Beda Data Menara BTS, Di Laporan Baik, di Lapangan Banyak yang Mangkrak

JAKARTA – Project Director Konsultan Office BTS 4G BAKTI Kominfo Gandhy Tungkot Hasudungan Situmorang mengungkapkan cerita dirinya melakukan pengawasan dan laporan terhadap proyek BTS 4G Kominfo. Gandhy mengatakan pihaknya menemukan banyak perbedaan data menara BTS saat melakukan kunjungan ke lapangan.

Hal itu diungkapkan oleh Gandhy saat bersaksi dalam persidangan di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (3/8/2023). Duduk sebagai terdakwa, mantan Menkominfo Johnny G Plate, eks Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif dan Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Yohan Suryanto.

Bacaan Lainnya

Mulanya, jaksa menanyakan bagaimana saksi Gandhy melakukan pengawasan terhadap proyek BTS 4G BAKTI Kominfo. Gandhy pun mengatakan pihaknya melakukan rapat setiap minggu untuk memantau progres pembangunan menara BTS.

“Jadi kami melakukan weekly meeting Pak setiap minggu, mereka melaporkan progress pekerjaan di lapangan berupa foto-foto yang dikasih ke kita,” kata Gandhy.

“Apa pernah turun langsung ke lapangan?” tanya jaksa.

“Kami ada namanya monitoring dan evaluation (monev), itu kita melakukan kunjungan ke site langsung tapi tidak seluruh site, sample,” jawab Gandhy.

“Apakah itu dibentuk tim?” tanya jaksa.

“Tim monev itu tidak, cuma PMO ada namanya site auditor yang melakukan kunjungan ke site, termasuk kita juga melakukan kunjungan ke site,” timpal Gandhy.

“Berapa orang yang dikirim saudara, apa hasilnya, dan ke mana site saja?” tanya jaksa.

“Kalau site mana saja nggak inget, tapi sekitar ada 20 orang untuk itu. (Waktunya) itu tidak tentu, tergantung kapan kita, itu berdasarkan keperluan saja site mana yang perlu dikunjungi di situ kita meminta ke BAKTI bahwa kami akan mengirimkan orang untuk melakukan monev,” terang Gandhy.

Gandhy pun mengaku pihaknya membuat laporan setiap minggunya untuk melihat progress pembangunan menara BTS yang diserahkan kepada BAKTI dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Gandhy pun menjelaskan laporan itu dibuat untuk mencari solusi apabila terdapat progress kerja yang bermasalah.

“Laporan itu dibuat untuk melihat apabila terjadi keterlambatan lalu kita memasukkan juga di weekly meeting itu dinamika yang di lapangan, misalnya ada site-site yang bermasalah, kita mencoba mencari solusi penyelesaiannya,” jelas Gandhy.

“Lalu apakah pada saat itu ada temuan?” tanya jaksa.

“Pada saat kami melakukan kunjungan ke lapangan, kami banyak menemukan juga yang berbeda apa yang mereka laporkan ke kita,” ungkap Gandhy.

“Berapa deviasi yang paling kecil dan paling besar?” tanya jaksa.

“Kita tidak menghitung dalam nilai value ya, kita melihat tidak lengkap atau masih tidak sesuai seperti itu,” timpal Gandhy.

Gandhy pun menuturkan kontrak kerja pertamanya berakhir pada Desember 2021. Jaksa pun menanyakan apakah Gandhy membuat laporan akhir saat kontraknya akan berakhir.

“Nah apakah di Desember itu saudara membuat laporan akhir? Bagaimana hasilnya?” tanya jaksa.

“Ya laporan akhir kami sampaikan, di situ juga kami melihat begitu besarnya keterlambatan dan masuk dalam kondisi kritikal,” jawab Gandhy.

Gandhy mengatakan dalam laporan itu pihaknya menemukan keterlambatan yang besar dan kondisi proyek BTS masuk kategori kritikal. Meski surat peringatan sudah dilayangkan ke para penyedia, proyek itu pun tak kunjung selesai hingga kontraknya berakhir.

“Ada saran atau rekomendasi dalam laporan itu?” tanya jaksa.

“Kalau dalam critical condition itu kita menyiapkan yang kita sebut show cause meeting kita lakukan sampai tiga kali dan kita juga menyiapkan untuk memberikan surat peringatan ke penyedia,” ungkap Gandhy.

“Saudara sudah buat?” tanya jaksa.

“Sudah,” jawab Gandhy.

“Apa tanggapannya?” tanya jaksa.

“Dari surat peringatan itu ya mereka mencoba menyelesaikannya,” jawab Gandhy.

“Hasilnya?” tanya jaksa.

“Ya seperti kita ketahui emang pada saat Desember 2021 belum selesai Pak,” tutur Gandhy.(SW)