JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) atasi solusi pupuk mahal melalui Gerakan Tani Pro Organik (Genta Organik). Gerakan Genta Organik diantaranya penggunaan pupuk organik, penggunaan pupuk hayati, penggunaan pembenah tanah dan pemupukan berimbang.
Adapun tujuan Genta Organik adalah menyuburkan tanah Indonesia guna menggenjot produksi pertanian di saat harga pupuk mahal. Selain menerapkan pertanian berkelanjutan dan ramah lingkungan juga menekan biaya produksi pertanian dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan tanah dalam pertanian itu sangat penting dan menjadi kewajiban petani untuk memeliharanya.
“Kalau kesuburan turun, mikroba turun, produksi juga akan turun. Diharapkan produksi meningkat.
Salah satu caranya yaitu dengan perbaiki pupuk kita dan jangan menggunakan pupuk kimia terus, tegas Mentan SYL.
Lalu kita beri makan dan nutrisi tanah dengan pupuk organik, hayati dan pembenahan tanah”, tambahnya.
Diakuinya SYL, tantangan pertanian di masa depan akan selalu ada. Tugas kita kita meyakini petani untuk merubah pola fikirnya dalam pemeliharaan tanah dengan memberikan pupuk organik.
“Karena kompos untuk tanaman sangat penting dan jangan gunakan pakai pupuk kimia”, ujar Mentan lagi.
Hal senada di sampaikan Kepala Badan Penyuluhan dan pengembangan SDM Pertanian, Dedi Nursyamsi pada acara Ngobrol Asyik (Ngobras) volume 04, Selasa (24/01) di AOR BPPSDMP, mengatakan bahwa peningkatan produktivitas yang signifikan diawali dengan ditemukannya varietas unggul dan pupuk.
Kombinasi antara varietas dan pupuk dapat menggenjot produktivitas menjadi lebih tinggi.
Saat peningkatan produktivitas terjadi, hama penyakit meledak. Sehingga pestisida berkembang cepat. Semakin lama penggunaan pestisida semakin melejit. Bahan agrokimia terutama pestisida menyebabkan tanah dan air terganggu, ujar Dedi.
Selain itu, penggunaan pupuk ada tendensi yang berlebihan. Penggunaan urea berlebihan dapat menyebabkan tanah lebih masam. Residu pestisida mampu membasmi hama, namun mikroba penyubur tanah juga bisa ikut mati.
Residu pestisida saat hujan dapat masuk ke air tanah, sungai, danau dan dapat menyebabkan zooplankton dll ikut mati”, ujar Dedi lagi.
Lebih lanjut Dedi menjelaskan jika penggunaan bahan agrokimia dapat membuat lingkungan tercemar sehingga produktivitas tanaman akan turun kembali. Kita harus bijak menggunakan lingkungan kita. Bumi ini bukan milik kita, bumi ini adalah titipan untuk anak cucu kita. Kita harus menjaga dengan sebaik-baiknya.
“Mari genjot produktivitas pertanian namun jangan membuat lingkungan tercemar. Kita harus bijak menggunakan bahan agrokimia, pestisida, pupuk dan bahan agrokimia yang lain. Caranya adalah dengan menggenjot produktivitas menggunakan bahan organik. Pupuk organik ditambah dengan pupuk hayati maka akan menghasilkan produktivitas yang luar biasa”, jelasnya lagi.
Narasumber Ngobras, Ria Andriani penyuluh pertanian dinas pertanian kabupaten Garut, Jawa Barat, yang mengembangkan beras organik menyampaikan bahwa prinsip pertanian organik terdiri atas prinsip kesehatan, prinsip ekologi, prinsip keadilan dan prinsip perlindungan.
Ria menambahkan jika pertanian organik itu harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan.
Dasar pemikiran pengembangan beras organik dikarenakan harga yang lebih murah serta tanah menjadi subur dan sehat. Selain itu juga dapat mengurangi serangan hama penyakit, produksi meningkat dan menjadikan harga jual lebih tinggi, jelas Ria.
Sedangkan faktor internal dalam pengembangan beras organik diantaranya meliputi luas lahan, pengalaman bertani, produksi, pelaksanaan tahapan dan pencatatan kegiatan usaha tani serta ketersediaan modal dan pendapatan.
Untuk faktor eksternal yaitu meliputi ketersediaan sarana produksi pertanian, ketersediaan mesin penggiling dan tempat penjemuran, mutu beras organik, jaringan pemasaran beras organik, permintaan beras organik, dukungan kelompok tani, dukungan pemerintah, dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan sarana irigasi, jelas Ria lagi.
Untuk budidaya dengan metode sri organik meliputi pengolahan lahan dengan pemberian kompos 7 ton per ha, pemilihan benih bernas, persemaian di darat , pengaturan air dan pengendalian hama terpadu (PHT), pemberian pupuk cair atau MOL, serta pasca panen dan pemasaran”, imbuhnya. (HVY/NF)
1 Komentar