JAKARTA – Dunia pertanian saat ini dihadapkan dengan adanya fenomena alam yang kurang bersahabat, ditandai dengan terjadinya perubahan iklim yang tidak menentu, sehingga mengakibatkan terganggunya ketersediaan stok pangan hasil pertanian baik secara kualitas maupun kuantitas.
Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo mengatakan, perubahan iklim adalah kenyataan yang menjadi tantangan bangsa hari ini. Untuk itu, pertanian harus makin ramah lingkungan dan selaras dengan alam.
“Petani harus mampu beradaptasi dengan terus meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya. Upaya peningkatan produksi pertanian harus selaras dengan konsep berkelanjutan (sustainability) dengan tetap menjaga ekosistem,” kata Mentan Syahrul.
Sementara itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi menyampaikan, akibat dari perubahan iklim ekstrim, terjadi serangan hama penyakit tanaman di mana-mana sehingga meyebabkan sistem produksi di sentra pangan dunia terganggu.
“Untuk melakukan antisipasi terhadap perubahan iklim, kita harus beradaptasi terhadap perubahan iklim, adaptasi terhadap kekeringan atau kemarau panjang, adaptasi terhadap kebanjiran, adaptasi terhadap kenaikan permukaan air laut, adaptasi hama dan penyakit dengan cara mengembangkan dan implementasikan varietas unggulan dan tahan terhadap perubahan iklim,” ujar Dedi.
BPPSDMP Kementan berkomitmen menciptakan pertanian ramah lingkungan yang berkelanjutan melalui kegiatan CSA Program Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project (SIMURP) dengan menerapkan delapan paket teknologi. Pertanian berkelanjutan dipandang FAO sebagai upaya mitigasi penting yang dapat menurunkan emisi gas rumah kaca (CH4, N2O, dan CO2).
Berdasarkan penelitian FAO, sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbangkan emisi gas rumah kaca karena dapat meningkatkan temperatur udara antara 1 hingga 2 derajat celsius.
Paris Agreement Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim menyepakati pengurangan emisi global, oleh karena itu proyek SIMURP pertanian berupaya mengurangi kontribusi sektor pertanian terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca tahun 2021 dengan memfasilitasi kegiatan pengukuran GRK (CH4, N2O, dan CO2) di 8 provinsi, 17 kabupaten, dan 76 BPP dan berdasarkan hasil uji laboratorium Balai Penelitian Lingkungan, Balitbang Pertanian Pati diperoleh hasil penurunan GRK sebesar 38 persen.
Dampak penurunan GRK tahun 2021 tersebut, masih konsisten dilaksanakan pengukuran GRK secara swadaya oleh kelompoktani Margo Rukun desa Bumi Subur kecamatan Katingan Kuala kabupaten Katingan provinsi Kalimantan Tengah bekerja sama dengan laboratorium BALINGTAN Pati Jawa Tengah. Metode pengukuran GRK digunakan dengan pengambilan sampel padi sawah CSA dan no CSA dengan analisis laboratorium oleh Balingtan Pati.
Kelompok tani melakukan pengukuran GRK yakni perlakuan dilakukan 2 macam yaitu perlakukan dengan teknologi CSA dan no CSA pada tanaman padi sawah dan ulangan di lakukan sebanyak 3 ulangan di 3 petak sawah yang terdapat tanaman padi sawah dengan teknologi CSA dan no CSA. Kegiatan pengukuran emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di lapangan dilakukan selama 3 kali dengan chamber, pengukuran I, 27 Juni 2022, pengukuran II, 27 Juli 2022, dan pengukruan III, 29 Agustus 2022.
Peralatan yang digunakan pengukuran GRK meliputi, alat pengukur sampel emisi GRK, chamber besar (boks sebagai penangkap gas CH4 dan CO2), chamber kecil (Chamber Kecil boks penangkap gas N2O), vial (ampul sebagai penyimpan gas yang diukur), syringe (jarum suntik sebagai alat penyedot gas yang diukur).
Pengukuran dan pengambilan sampel emisi GRK, yakni alat pengukuran emisi GRK diantar oleh tim Balitling, Pati yang dilanjutkan dengan memberikan penjelasan penggunaan alat kepada para peenyuluh/petugas BPP, pengukuran pertama dilakukan pada saat padi berumur 35 HST (Hari Setelah Tanam) gas yang diukur disimpan dalam ampul kemudian dikirim/diambil petugas ke Laboratorium Balitling Pati.
Kedua, dilakukan pada saat padi berumur 60-65 HST (pada saat padi berbunga) gas yang diukur disimpan dalam ampul kemudian dikirim/diambil petugas ke Laboratorium Balitling Pati. Ketiga, dilakukan pada saat padi berumur 90-95 HST pada saat pemasakan biji padi/menjelang panen gas yang diukur disimpan dalam ampul kemudian dikirim/diambil petugas ke Laboratorium Balitling Pati.
Mekanisme pengiriman sampel gas GRK dilakukan dengan pengiriman melalui ekspedisi. Selesai pengukuran, sampel dikirim ke Balingtan Pati untuk di analisa jumlah CH4, CO2, dan gas N2O.
Mewakili Kepala Dinas TPHP provinsi Kalteng disampaikan oleh Pengelola Simurp Kalteng, Alpan Samosir bahwa salah satu isu positif program SIMURP adalah pengurangan emisi GRK di lahan pertanian, Simurp Kalimantan Tengah tetap konsisten melakukan uji GRK walaupun tahun 2022 tidak dianggarkan dananya.
Dari hasil laboratorium Balingtan PATI uji GRK swadaya memperlihatkan penurunan emisi GRK 79 persen dilokasi demplot simurp. Hal ini cukup menggembirakankarena tahun 2021 yg lalu penurunan emisi GRK hanya 15,4 persen,” ujarnya.
Dengan bukti adanya penurunan GRK (CH4, CO2, dan gas N2O) pada demplot2 CSA di lokasi proyek SIMURP maka diharapkan penerapan teknologi CSA dapat dikembangkan lebih lanjut ke lokasi- lokasi lain di Indonesia. (LW)