Melalui Program CSA, Petani Pinrang Siap Hadapi Perubahan Iklim

Sulsel – Climate Smart Agriculture (CSA) atau pertanian cerdas iklim, terbukti mampu membantu ribuan para petani di daerah. CSA berhasil melahirkan petani-petani cerdas yang mampu beradaptasi dengan kondisi iklim sekitarnya.

Di provinsi Sulawesi Selatan, CSA yang notabene bagian dari Program Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project (SIMURP) memberikan kemajuan terhadap sistem pertanian di sana.

Bacaan Lainnya

Sebagai penerima manfaat SIMURP Ketua Kelompok Tani Watang Kabupaten Pinrang, Sawitto Mukhlis mengatakan, kehadiran CSA SIMURP memperkuat basis pengetahuan petani di daerahnya. Sebelumnya mereka hanya mengandalkan penanda alam yang merupakan warisan nenek moyang.

“Sudah turun temurun. Misalnya dalam melakukan penetapan musim kemarau dan musim hujan. Tapi pada beberapa tahun terakhir ini mulai bergeser dan tidak lagi efektif,” ujar Mukhlis.

Mukhlis berbicara demikian saat didapuk menjadi narasumbber giat pelatihan CSA atau pertaniian cerdas iklim yang dilaksanakan di Kelompok Tani Mappasituju 1, Keluraham Sipatokkong Kabupaten Pinrang, Jum’at (10/09/2022).

Dijelaskan Mukhlis, adanya pemanasan global menyebabkan lapisan es di daerah kutub mulai mencair, menjadikan naiknya permukaan air laut. Olehnya itu, cuaca terkadang menjadi ekstrim dan dengan cepat berubah tanpa bisa diprediksi lebih awal.

Cuaca yang selalu berubah-ubah, menurut Muklis telah memberi dampak pada semua sektor tidak terkecuali pertanian.

“Itu terlihat dari adanya perubahan waktu musim hujan yang berdampak terhadap bergesernya beberapa jadwal turun sawah dan beberapa jenis hama atau OPT yang menyerang,” jelas Mukhlis.

Dia memaparkan bahwa Kabupaten Pinrang untuk bulan Agustus seharusnya memasuki musim kemarau, tetapi kenyataannya masih ada hujan yang menyebabkan adanya serangan hama tikus. Jika merujuk pada tahun-tahun sebelumnya, hama tikus biasanya hanya menyerang pada bulan Mei dan Juni karena intensitas hujan akan tinggi di dua bulan tersebut.

Menyinggung tujuan dari pelatihan ini, Muklis berharap dengan adanya kegiatan seperti ini, maka akan lahir petani-petani yang mampu secara cerdas membaca iklim saat mulai melakukan usahataninya hingga bisa menyesuaikan dengan kondisi alam.

“Dengan adanya pelatihan ini, kami berharap akan mulai ada penyesuaian iklim oleh teman-teman petani pada saat melakukan usahataninya, terutama jadwal turun sawah dan pemilihan varietas yang cocok untuk ditanam,” kata Muklis.

Diakhir materinya, Muklis mengutip pendapat dari Khomsan et all bahwa pertanian cerdas iklim merupakan suatu sistem pertanian dimana transisi sistem produksi pertanian dilakukan dari pertanian konvensional (konsentrasi pada peningkatan produksi) menuju suatu pendekatan yang terintegrasi untuk menghadapi tantangan perubahan iklim atau climate change.

Hal ini sejalan dengan arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL), untuk terus mendorong inovasi pertanian yang mampu beradaptasi dengan perubahan iklim. Menurutnya, Kementan harus bisa membaca perubahan iklim dan beradaptasi diantaranya melalui teknologi CSA yang sedang digaungkan melalui Program SIMURP.

Mentan menambahkan bahwa Program SIMURP merupakan program utama Kementan yang harus didukung oleh semua pihak. Melalui Program SIMURP diharapkan petani penerima manfaat SIMURP dapat meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian dengan mengedepankan penggunaan air yang efisien serta tanpa bergantung pada kondisi iklim yang berubah.

“Dengan hadirnya SIMURP diharapkan mampu mengembangkan kemampuan manajerial penyuluh dan pengelola di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP)”, ujar Mentan Syahrul.

Menurut Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Dedi Nursyamsi, Kementan akan mengembangkan pertanian dengan memaksimalkan BPP Kostratani sebagai acuan untuk menciptakan pertanian yang tangguh menghadapi krisis iklim. (NF)