Opini : Memanfaatkan Makanan Laut Sumber Protein Untuk Masyarakat dan Anak Stunting di Wilayah Pesisir Kota Kendari

Oleh : Metha Indraswary, Mahasiswa Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Mandala Waluyah Kendari

Suarakarsa.com, KENDARI – Stunting merupakan permasalahan gizi di dunia termasuk Indonesia. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar. Kota Kendari merupakan salah satu kota di Sulawesi Tenggara yang juga berkontribusi dalam tingginya prevalensi stunting. Prevalensi stunting di Kota Kendari tahun 2021 hingga sekarang sebanyak 24%.

Bacaan Lainnya

Mengenai sumber nutrisi yang berkontribusi pada kejadian stunting. Kekurangan zat gizi makro dan mikro menjadi penyebab terjadinya stunting, termasuk protein dan mineral esensial yang diperlukan dalam jumlah kecil. Memperbaiki pola makan dengan sumber beragam menjadi salah satu cara dalam mengatasi permasalahan tersebut melalui program intervensi yang variatif, kontinyu dan melibatkan semua pihak.

Studi yang dilakukan di Malawi menunjukkan perbaikan konsumsi protein pada anak kelompok usia 12-36 bulan meningkatkan tinggi badan yang berkorelasi dengan catch-up pertumbuhan dan perkembangan anak pada periode emas. Sumber protein dapat bervariasi, dari sumber hewani maupun nabati. Wilayah pesisir yang kaya dengan potensi hasil tangkap laut dapat mengoptimalkan konsumsi dari produk hewani untuk pemenuhan kebutuhan protein anak untuk menurunkan prevalensi stunting.

Makanan laut sumber protein ini penting untuk kedua jenis kelamin dan semua usia, terutama untuk anak, wanita hamil dan wanita usia subur, karena peran penting zat gizi mikro dan dua jenis omega-3 yakni docosahexaenoic acid (DHA) and eicosapentaenoic acid (EPA) dalam tumbuh kembang janin dan anak.

Makanan laut sumber protein yang umum dikenal di perairan Sulawesi Tenggara, seperti tuna, marlin, cakalang, kakap, sunu, bang kumis, tenggiri, cumi, kepiting, kerang, dan udang. Jumlah asam lemak omega-3 terdapat pada produk laut walaupun dalam jumlah kecil, yang berbeda dengan jenis protein yang tidak berasal dari perairan.

Metode pelaksanaannya salah satunya penyebaran edukasi kesehatan melalui youtube tentang stunting, pembuatan dan pembagian pamflet dan banner, pembuatan baliho ajakan ke posyandu, memberikan edukasi tentang pemanfaatan makanan laut. Mengolah ikan menjadi makanan yang disukai anak-anak seperti membuat naget ikan, sosis ikan, ikan goreng tepung, bakso ikan, targetnya seluruh masyarak dan anak di sekitar wilayah pesisir.

Mendorong akses dan keterjangkauan makanan laut sumber protein di antara maraknya perdagangan makanan kudapan pabrikan anak. Memprioritaskan makanan laut sumber protein sebagai program bantuan pangan, program makanan sekolah, dan program makanan kelompok rentan gizi, termasuk ibu hamil dan menyusui, anak pada program 1.000 HPK, dan orang tua. Lalu mendorong program edukasi pemanfaatan pengolahan produk laut dengan memanfaatkan produk-produk digital yang dapat mengakselerasi dan meningkatkan keterjangkauan program.

Selain itu pemanfaatan sistem pangan laut ini dapat menjaga kelestarian produk yang beragam, dan jika dikonsumsi berkelanjutan sebagai makanan sehat dapat memperbaiki pola makan anak dan menurunkan stunting. Memanfaatkan produk yang menjadi sumber daya alam lokal dalam penanganan permasalahan kesehatan masyarakat harus menjadi perhatian dan tanggung jawab semua pihak.(Red)