Nusa Tenggara Timur – Pertanian Cerdas Iklim atau Climate Smart Agriculture (CSA) adalah salah satu upaya yang tengah dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk menggenjot produktivitas dalam menghadapi perubahan iklim menuju pertanian yang ramah lingkungan.
Climate Smart Agriculture (CSA) adalah paket teknologi ramah lingkungan yang diinisiasi oleh Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) melalui program Strategic Irrigation Modernization Urgent Project (SIMURP).
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan, jika tujuan dari pembangunan pertanian diantaranya adalah peningkatan produktivitas, peningkatan kualitas, meningkatkan intensitas pertanaman, serta berbudidaya yang ramah lingkungan dengan tujuan akhir mensejahterakan masyarakat.
“Perubahan iklim dan cuaca ekstrem akan berdampak tidak linier, tidak bisa diprediksi dan tidak berkelanjutan, ujar Mentan Syahrul
Selain itu, Kementan akan selalu memaksimalkan program pembangunan pertanian. Salah satunya dengan melakukan transformasi Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) menjadi BPP Komando Strategis Pembangunan Pertanian (Kostratani).
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo lebih lanjut menjelaskan “Kostratani adalah pusat pembangunan pertanian tingkat kecamatan, yang merupakan optimalisasi tugas, fungsi, dan peran BPP dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam mewujudkan kedaulatan pangan nasional”, ujar Syahrul.
Sejalan akan hal tersebut, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kostratani Kecamatan Danga di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur, menyelenggarakan Training of Farmer (ToF) Teknologi Berbasis CSA belum lama ini.
Giat Trainer of Farmer (ToF) yang diseleggarakan memberikan dampak signifikan terhadap para petani. ToF yang berbasis Climate Smart Agriculture (CSA) ini membuat petani di sana terbantu.
Koordinator BPP Danga, Mathias Ebu Wege menuturkan bahwa kegiatan ToF CSA berhasil meningkatkan pengetahuan petani dalam menerapkan inovasi teknologi untuk menunjang peningkatan produksi. Termasuk mengatasi berbagai kendala serta masalah yang di hadapi petani.
“Salah satu di antaranya adalah dampak perubahan Iklim,” ujar Mathias, Kamis (28/7).
Mathias memaparkan, kegiatan diinisiasi Dinas Pertanian Bidang Prasarana, Sarana, dan Penyuluhan Kabupaten Nagekeo selama dua hari. Lokasinya di Saung Literasi Kelompok Tani Sumber Makmur Kelurahan Lape, Kecamatan Aesesa.
“Peserta sebanyak 24 orang. Mereka dari unsur petani, P3A, Kelompok tani, KWT, dan pemuda tani dari wilayah KEP,” tambah Mathias.
Kabid PSP Dinas Petanian Kabupaten Nagekeo, Hieronimus Paga menjelaskan, ToF dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari kegiatan Taining of Trainers (ToT) di Batangkaluku Provinsi Sulawesi Selatan belum lama ini.
Adanya kegiatan ToF peserta diharapkan menjadi agen perubahan terhadap poktan dan petani lainya. Terlebih dalam melaksanakan pembangunan pertanian yang membutuhkan teknologi dan inovasi lebih khusus dalam penerapan teknologi CSA, lanjutnya.
Para peserta sendiri mendapat banyak materi selama kegiatan berlangsung. Misalnya tentang pemodelan prediksi pola curah hujan untuk adaptasi pola tanam, penerapan pertanian ramah lingkungan, hingga cara seleksi benih menggunakan telur dan garam.
Secara terpisah, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi menyatakan bahwa akibat dari perubahan iklim ekstrem, terjadi serangan hama penyakit tanaman di mana-mana dan sehingga menyebabkan sistem produksi di sentra pangan dunia terganggu.
Maka dari itu, penting bagi para petani untuk menerapkan smart farming agar dapat menggenjot produksi pertanian. “CSA dapat menyelamatkan produksi pertanian kita,” tegas Dedi.
Adapun CSA merupakan pendekatan yang mentrasformasikan dan mengorientasikan ulang sistem produksi pertanian dan rantai nilai pangan. Terobosan ini sesuai permintaan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, agar pertanian melaksanakan inovasi, pungkasnya. (MTD/NF)