suarakarsa.com — Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwokerto resmi mengeksekusi pembayaran uang pengganti sebesar Rp 3,88 miliar dari perkara korupsi kredit fiktif yang menjerat pengusaha Moch Waluyo. Uang tersebut disetorkan melalui PT Jamkrindo Cabang Purwokerto dan diserahkan secara simbolis di Aula Kantor Kejari, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (2/7/2025).

Kepala Kejaksaan Negeri Purwokerto, Gloria Sinuhaji, menyebut eksekusi ini merupakan bagian dari pelaksanaan putusan Mahkamah Agung (MA) dengan nomor 3596 K/Pid.Sus/2025, yang telah berkekuatan hukum tetap sejak 8 Mei 2025.

“Pelaksanaan ini menjadi bukti bahwa kami tidak hanya fokus menghukum pelaku, tetapi juga berkomitmen penuh dalam pemulihan kerugian keuangan negara,” ujar Sinuhaji kepada awak media.

Kasus korupsi ini bermula pada tahun 2016, ketika terpidana Moch Waluyo mengajukan fasilitas kredit senilai Rp 10 miliar ke Bank Jateng. Dana tersebut diklaim untuk mendanai proyek pembangunan jalur rel ganda kereta api, namun belakangan terbukti bahwa proyek tersebut tidak pernah ada alias fiktif.

Sebagai bagian dari syarat pengajuan kredit, Waluyo disebut menggandeng oknum di Balai Perkeretaapian untuk memalsukan dokumen proyek, termasuk pengadaan batu balas. Setelah dana cair, utang tersebut tak mampu ia lunasi sepenuhnya. Hanya sekitar Rp 6 miliar yang dikembalikan, sementara sisanya harus ditanggung oleh asuransi penjamin, yakni Jamkrindo.

Dalam amar putusan Mahkamah Agung, Moch Waluyo dijatuhi hukuman penjara 6 tahun, denda sebesar Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan, serta uang pengganti kerugian negara senilai Rp 3.883.500.000.

Uang pengganti tersebut kini telah dikembalikan kepada negara melalui lembaga penjamin Jamkrindo.

“Ini bukan sekadar hukuman pidana, tetapi juga bentuk akuntabilitas hukum dalam pengembalian dana publik,” tegas Gloria.

Sinuhaji juga menekankan bahwa Kejaksaan akan terus mengawal proses hukum korupsi secara menyeluruh, termasuk pelaksanaan pidana tambahan seperti pembayaran denda dan uang pengganti, agar tidak berhenti hanya pada vonis pengadilan.

“Pemberantasan korupsi tidak akan efektif jika tidak diikuti dengan pemulihan kerugian negara secara konkret,” pungkasnya.