Banyak WNI Jual Ginjal di Kamboja Karena Ekonomi

JAKARTA – Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengatakan korban TPPO penjualan ginjal mengaku kesulitan ekonomi. Korban berasal dari berbagai profesi.

“Hasil pemeriksaan, sebagian korban bermotif ekonomi sebagai dampak dari pandemi, sebagian besar kehilangan pekerjaan. Profesi korban pedagang, guru privat, calon pendonor ini ada S2 dari universitas ternama, buruh, sekuriti, dan sebagainya,” kata Hengki dalam jumpa pers di kantornya, Kamis (20/7/2023).

Bacaan Lainnya

Dia mengatakan kasus jual-beli ginjal ini dilakukan di Kamboja. Para warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban TPPO menjalani operasi pengangkatan ginjal di Kamboja.

Baca Juga  FKPD Sultra Desak Kejaksaan RI dan KPK RI Ambil Alih Kasus Korupsi Tambang Ilegal Blok Mandiodo

Hengki mengatakan ada belasan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Mirisnya, mayoritas tersangka sebelumnya juga korban perdagangan organ tubuh.

“Dalam operasi ini tim gabungan Polda Metro Jaya di bawah asistensi Dittipidum telah menetapkan 12 tersangka. Dari 12 tersangka ini 10 bagian sindikat, di mana 9 mantan pendonor,” kata dia.

Dia mengatakan para tersangka memiliki berbagai peran, di antaranya menghubungkan tersangka di Indonesia dan Kamboja; melayani dan menghubungkan dengan RS di Kamboja; menjemput korban; hingga mengurus paspor korban.

Ada 2 oknum aparat yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu oknum anggota Polri berinisial Aipda M dan oknum anggota imigrasi berinisial AH.

Dia mengatakan Aipda M berperan merintangi proses penyidikan. Dia meminta uang kepada tersangka.

Baca Juga  Tim Kampanye Daerah Prabowo-Gibran Optimis Menang 75 Persen di Sultra

“Dengan cara membuang HP berpindah tempat untuk menghindari pengejaran dari pihak kepolisian dan yang bersangkutan menerima uang Rp 612 juta, menipu pelaku yang menyatakan yang bersangkutan bisa mengurus agar kasus tidak dilanjutkan,” kata dia.

“Kemudian satu orang oknum imigrasi atas nama AH dikenakan Pasal 2 dan juncto Pasal 8 UU 21/2007 yaitu setiap penyelenggara negara menyalahgunakan kekuasaan yang menyebabkan TPPO, ya ini ancamannya ditambah sepertiga daripada pasal pokok kalau penyelenggara. Yang bersangkutan menerima Rp 3.200.000 sampai Rp 3.500.000 per kepala dari pendonor-pendonor yang diberangkatkan dari Bali,” tambahnya.(SW)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *