suarakarsa.com – Di tengah riuhnya sorotan publik terhadap kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook senilai Rp 1,98 triliun di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), sosok pengacara flamboyan Hotman Paris Hutapea kembali mencuri perhatian. Bukan hanya dengan gaya khasnya, tapi juga dengan tantangan berani yang ia lemparkan langsung ke Presiden Prabowo Subianto.

“Nadiem Makarim tidak menerima uang satu sen pun. Tidak ada mark-up. Tidak ada pihak yang diperkaya. Saya hanya butuh 10 menit untuk membuktikan itu, di depan Presiden Prabowo,” tegas Hotman dalam unggahannya di Instagram, Jumat (5/9/2025).

Tak tanggung-tanggung, Hotman bahkan menyarankan agar pembuktian dilakukan secara terbuka di Istana Negara, agar publik bisa menyaksikan langsung duduk perkara yang sebenarnya. Ia mengklaim tudingan terhadap mantan Menteri Pendidikan itu tidak berdasar, dan menyebut hasil penyelidikan justru menguatkan bahwa tak ada aliran dana mencurigakan ke Nadiem.

Tantangan Hotman sontak memicu berbagai reaksi. Namun, Istana Negara memilih bersikap hati-hati. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menegaskan bahwa pemerintah tidak akan turut campur dalam proses hukum yang sedang berjalan.

“Kita serahkan kepada proses hukum saja. Pemerintah tidak akan mengintervensi, itu prinsipnya,” ujar Hasan kepada awak media, Minggu (7/9/2025).

Pernyataan ini menegaskan bahwa Presiden Prabowo tak akan menanggapi tantangan Hotman secara langsung. Pemerintah ingin menjaga jarak dari polemik hukum yang sensitif dan berpotensi politis.

Sementara itu, pihak Kejaksaan Agung juga memilih untuk tidak terlalu merespons manuver Hotman. Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, menyatakan bahwa karena perkara masih berada dalam tahap penyidikan, pihaknya belum bisa berkomentar secara mendalam.

“Mohon maaf, saya belum bisa berkomentar terlalu banyak. Tapi kami pastikan, penyidik akan mendalami seluruh fakta hukum dan pihak-pihak yang terlibat,” tegas Anang, Sabtu (6/9/2025).

Meski begitu, ia memastikan bahwa prinsip praduga tak bersalah tetap berlaku bagi Nadiem. Semua proses, katanya, akan dilakukan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Kasus ini bermula dari proyek pengadaan perangkat Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan nasional, yang dicanangkan Kemendikbudristek. Kejaksaan Agung resmi menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka pada Kamis (4/9/2025), seperti disampaikan oleh Nurcahyo Jungkung Madyo, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.

Menurut Kejaksaan, sejak awal proyek, Nadiem terlibat langsung dalam pertemuan dengan Google Indonesia untuk membahas penggunaan sistem operasi Chrome OS. Bahkan, Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 disebut “mengunci” penggunaan sistem tersebut, yang belakangan diduga menjadi celah dalam praktik korupsi.

Dari hasil penyelidikan, kerugian negara ditaksir mencapai Rp 1,98 triliun, meski jumlah pastinya masih menunggu audit resmi dari BPKP.

Atas dugaan itu, Nadiem dikenakan pasal-pasal berat dalam UU Tindak Pidana Korupsi, termasuk Pasal 2 dan Pasal 3, serta ditahan di Rutan Salemba cabang Kejari Jaksel selama 20 hari pertama.

Kini, kasus ini bukan hanya bergulir di ranah hukum, tapi juga di ranah opini publik. Di satu sisi, Kejaksaan sedang mengurai benang kusut dari proyek ambisius digitalisasi pendidikan. Di sisi lain, Hotman Paris sedang membangun narasi pembelaan dengan gaya spektakuler.

Apakah tantangannya untuk membuktikan “tak ada korupsi” di depan Presiden akan dijawab? Atau semua akan tetap berjalan di jalur hukum formal?

Yang jelas, publik kini menanti, siapa yang akhirnya bisa membuktikan kebenaran di pengadilan maupun di mata rakyat.