“Luasan ini bukan hanya habitat konservasi, ini yang menarik, tetapi habitat orang utan yang ada di konversi perusahaan. Berdasarkan literatur dan studi peneliti, justru 70% habitat orang utan saat ini di luar kawasan konservasi yang dilindungi oleh pemerintah, termasuk di daerah tambang dan perkebunan kelapa sawit,” terangnya.

Lebih lanjut, Eko menerangkan ancaman orang utan Kalimantan tak jauh berbeda dengan orang utan Sumatera. Antara lain, perubahan fungsi hutan yang merupakan habitat alaminya. Eko kemudian menyinggung soal fenomena flexing satwa liar yang mempengaruhi maraknya perburuan satwa liar, khususnya orang utan.

Ini termasuk menjadi konsesi perusahaan, apakah tambang, HDI, kebun kelapa sawit, termasuk aktivitas pertanian yang dilakukan masyarakat. Kemudian terkait perburuan, tadi disinggung soal flexing itu cukup tinggi juga dampak terdampak perburuan satwa liar, termasuk orang utan,” ucapnya.