Kutai Kertanegara – Memasuki era industri 4.0, optimalisasi penggunaan teknologi guna memudahkan pekerjaan individu, terus digelorakan oleh Kementerian Pertanian (Kementan).
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian Dedi Nursyamsi menuturkan, era modernisasi merupakan ladang emas bagi profesi petani. Memilih bertani menjadi sumber mata pencaharian merupakan prospek yang menjanjikan dan berperan penting.
Hal tersebut bukan tanpa sebab, petani merupakan ujung tombak dalam memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Tidak ada petani, maka kebutuhan pangan masyarakat akan sulit dipenuhi.
Oleh karenanya Dedi berharap, stigma akan profesi petani yang kotor dan konvensional dapat terpatahkan terutama pada kalangan anak muda saat ini yang hendak meniti karir.
“Ada dua kunci utama dalam mencapai kesusksesan dalam mengelola sektor pertanian. Yang pertama adalah manfaatkan smart farming dan yang kedua adalah tingkatkan skala usaha melalui akses kredit usaha rakyat (KUR).
Dengan smart farming petani milenial dapat meningkatkan hasil panen serta menuntaskan zero waste, sehingga meminimalisir produk tani agar dapat terdaur ulang kembali tanpa menghasilkan limbah yang dapat mencemarkan lingkungan tetapi justru dapat menghasilkan cuan”, papar Dedi.
Disela-sela kunjungan kerjanya ke Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Dedi Nursyamsi berkesempatan untuk mengunjungi P4S Nasda yang teletak di kecamatan Samboja, kabupaten Kutai Kertanegara (10/09).
Beliau pun mengapresiasi pemanfaatan smart farming dan pupuk organic dalam budidaya hidroponiknya.
“Solusi pupuk yang mahal perlu kita tingkatkan, efisiensi pemupukan dengan menggunakan pupuk berimbang pupuk organik (kompos) dan pupuk hayati (micro hayati lokal). Saat ini pupuk mahal, gunakan pupuk organik.
Kotoran sapi banyak mengandung nitrogen, pupuk kandang dari kotoran ayam dan kambing banyak mengandung kalium. Petani harus memiliki ilmu pemupukan, perlu meningkatkan cara produksi dengan fertigasi dengan menggunakan sistem grativikasi, sehingga lebih efesien,” tegas Dedi dihadapan petani millenial Balikpapan.
Dedi pun menyampaikan pesan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo bahwa untuk mengatasi kebutuhan pupuk nasional yang mencapai 24 juta ton, sementara yang tersedia saat ini hanya senilai 9 juta ton maka kita harus bekerja lebih keras dan berinovasi serta cermat dan cepat menanggapi berbagai masalah dalam berusaha tani.
Pada kesempatan yang sama Sekretaris P4S Nasda Gushai menuturkan keputusan besar dalam hidupnya sebelum ia memilih profesi sebagai petani millenial.
“Meninggalkan jabatan sebagai wakil direktur rumah sakit swasta untuk menjadi petani millenial bukanlah suatu keputusan yang salah.
Dari budidaya hidroponik yang kami jalankan, setiap minggu kami dapat dengan omset Rp40 juta. Kami memiliki lumbung pupuk organik sebagai pupuk organik untuk usaha tani yang ada, tapi belum menyebar, masih untuk memenuhi keperluan sendiri,” ujar Gushai.
Optimisme juga disampaikan oleh petani lainnya, Ardiansyah yang tegas mengungkapkan bahwa sektor pertanian adalah sektor yang sangat menjanjikan. Ia pun mengajak petani lainnya khususnya petani millenial untuk menjadi PNS.
“Kita harus bisa menjadi PNS (petani non subsidi)!, Jangan terlalu menggantungkan harapan dan kemajuan usaha pada pemerintah atau pihak lain dalam bentuk bantuan. Kita usahakan apa yang bisa kita usahakan. Kita pasti bisa mengatasi masalah kelangkaan pupuk, bibit atau benih. Dan kita juga pasti bisa menguasai pasar. Bersama, berkolaborasi pasti bisa menjadikan kita petani mandiri yang membanggakan”, ungkapnya optimis.