MALUKU UTARA – Ketua Komisi Agraria, Pengelolaan lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI MPO), Ali Aludin Hamzah menilai debat Cawapres 2024 tadi malam kurang begitu menarik lantaran terlalu banyak Gimik-Gimik yang membosankan dan cenderung normatif.
“Harusnya materi debat yang disampaikan dalam durasi waktu yang sangat singkat itu fokus pada poin-poin penting. Tidak terkesan seperti lomba adu data, apalagi data-data yang digunakan itu sudah menjadi konsumsi publik jauh sebelumnya. Habis waktu untuk hal-hal yang tidak urgensi seperti itu.” Katanya kepada Wartawan, 22/01/2024
Dijelaskannya apa yang ditunjukkan ketiga cawapres kita cenderung mengkonfirmasi kesalahan masa lalu dan berkompromi kecil atas dosa-dosa oleh karena mereka sebelumnya adalah bagian dari pemangku kebijakan yang harusnya bertanggung jawab atas berbagai masalah yang ada.
“tumpang tindih penguasaan lahan, tumpah tindih regulasi, kewenangan dan kepentingan yang masih dihadapi sekarang juga berdampak terhadap proses pelemahan terhadap kepentingan masyarakat adat secara bertahap dan memperburuk tata kelola lingkungan hidup dan SDA. Lalu kemudian menjadi pintu masuk mafia tanah dan mafia SDA yang menyebar diberbagai wilayah di Indonesia. Namun atas pernyataan yang disampaikan kepada publik, harus diakui cukup terasa sepak terjang ketiga cawapres.” Jelasnya
Ali menambahkan kebijakan Reforma agraria yang dibahas oleh para cawapres lagi-lagi terjebak pada pola-pola pemerintahan kolonial Belanda yang masih memelihara kecenderungan terhadap kepentingan terhadap konglomerat atau korporasi ketimbang masyarakat adat.
“Terbukti sejauh ini para korporasi sebagian besar membuat kekacauan dalam penguasaan lahan di Indonesia. Merampas paksa hak hak Ulayat tanpa kompromi dan melakukan kriminalisasi secara beruntun sepanjang tahun terhadap masyarakat adat dan aktifis. Bukankah itu pola pola penjajah?” Tambahnya
Ironisnya lanjut Ali pengambil kebijakan justru menambah daftar kegaduhan dengan skema sertifikat tanah yang secara langsung membuka lebar ruang tarung hak atas tanah dan meningkatkan kasus sengketa lahan.
“Kenapa pemerintah tidak tegas dan berdiri disamping masyarakat adat atas nama negara untuk menghentikan aksi pihak swasta yang nakal? Itu masalahnya dan para cawapres sama sekali tidak menyinggung masalah ini. Kan aneh.” Lanjutnya
Dalam konteks ini Ali menyadari bahwa ketika ketiga cawapres mengatakan para pengambil kebijakan gagal sebab membiarkan masyarakat adat berjuang sendiri terhadap hak atas tanah dan lingkungan, keberlangsungan dan kesejahteraan atas pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam maka sama halnya mereka berbicara untuk mereka sendiri.
“Sebagai milenial kami menyadari kejanggalan dalam nurani, lalu kami melihat semacam ada drama yang memungkinkan kompromi terhadap pihak swasta atau pemerintah yang nakal masih terjadi di masa depan terutama berkaitan dengan penguasaan lahan dan pemanfaatan sumber daya agraria. kita tahu bahwa harusnya kepentingan masyarakat adat adalah kepentingan negara dan negara tidak boleh menjadi penjajah seperti Belanda sebab itu bertentangan dengan nilai-nilai dalam Pancasila.” Papar Ali
Selanjutnya terkait dengan kebijakan lingkungan hidup dan sumber daya alam harus diakui terdapat masalah polusi yang meningkat seiring kelebihan populasi dan ekspansi industri SDA termasuk hilirisasi SDA, kacaunya investasi dan manajemen industri pembuangan limbah termasuk berkaitan dengan AMDAL, perubahan iklim, pemanasan global, efek rumah kaca, deforestasi, korupsi SDA, termasuk berkaitan dengan konflik agraria. “Masalah masalah itu semakin kompleks dan menjadi tantangan serius kedepan.” Ujarnya
Akan tetapi lanjut Ali pihaknya sama sekali tidak melihat adanya analisis komprehensif terhadap komponen penting yang dirangkum oleh para cawapres dalam menyiapkan kebijakan kedepan. Sebuah rancangan kebijakan komprehensif yang diharapkan dapat memperkokoh spirit nasionalisme, memberikan dasar pijakan berpikir menyeluruh dan terbaik untuk menopang keputusan agraria, lingkungan dan SDA yang adil dan merata.
“kami kurang menangkap perbincangan tentang nilai nilai luhur kita atau nilai ideologi untuk dipromosikan sebagai solusi dalam mengatasi masalah yang ada sebab kami meyakini kita punya itu dan bisa menjadi terdepan. Contoh nasehat untuk mengambil hasil alam secukupnya dan tidak serakah, tidak mencuri atau korupsi sumber daya alam, nasehat gotong royong dan lain sebagainya.” Tutupnya