Pentingnya Hilirisasi SDA untuk Indonesia Maju

Alialudin Hamzah (Ketua Komisi Agraria, Pengelolaan SDA dan Mineral PB HMI MPO Periode 2023-2025)

Oleh: Alialudin Hamzah (Ketua Komisi Agraria, Pengelolaan SDA dan Mineral PB HMI MPO)

Seperti kita ketahui bersama bahwa Indonesia merupakan negara tropis dengan tingkat biodiversitas yang tinggi, menjadikan wilayah ini menyimpan ragam sumber daya alam hayati. Fakta menunjukan adanya kompleksitas ekologi pada wilayah-wilayah di Indonesia yang berlangsung sangat lama sehingga memicu terciptanya potensi Sumber daya Alam yang beragam dan melimpah, selanjutnya tergolong kedalam beberapa bidang potensi komoditas sumber daya alam seperti kehutanan, perikanan, pertanian, dan pertambangan.

Bacaan Lainnya

Untuk kehutanan di Indonesia, potensinya mencapai 99,6 juta hektare atau 52,3% dari luas wilayah Indonesia. ada 4000 jenis kayu diantaranya 267 merupakan kayu yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Disektor perikanan baik hasil tangkapan dan budidaya potensi produksinya secara keseluruhan mencapai 67 juta ton/tahun. Sektor pertanian menurut Badan Pusat Statistik (BPS) yang terdiri dari perkebunan besar dan kecil pada tahun 2022 nilai ekspor menyentuh Rp.640,56 triliun atau naik 3,93 dari tahun sebelumnya.

Pada sektor pertambangan Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi cadangan mineral sangat tinggi. Pada mineral nikel misalnya, Indonesia menempati posisi ketiga teratas tingkat global. Selain itu, Indonesia mencatatkan kontribusi sebesar 39% untuk produk emas, berada di posisi kedua setelah China.

Dalam Protokol Nagoya yang berlangsung di jepang pada 29 Oktober 2010, perhatian besar ada pada Indonesia karena melihat potensi Sumber Daya Alam yang kaya akan keragaman hayati dan memiliki cadangan mineral yang banyak. Dalam kampanye Nagoya yang mencakup 127 negara anggota PBB dan Uni Eropa itu Indonesia diharapkan akan menjadi tulang punggung perkembangan ekonomi dunia yang berkelanjutan.

Pentingnya Hilirisasi SDA

Komunitas internasional terus menaruh perhatian lebih pada Sumber Daya Alam akibat kebutuhan pasar global yang terus meningkat. Sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah serta adanya desakan perubahan yang begitu cepat akibat dampak dari revolusi industri 4.0, menuntut Indonesia untuk bersikap cepat, tegas, cermat dan hati-hati terhadap agenda pengelolaan dan pemanfaatan SDA; memperhatikan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Diantaranya untuk mengisi peluang pasar global; berupaya untuk menciptakan produk-produk yang berkualitas dan unggulan layaknya negara-negara maju. Perjuangan ini akan mengantarkan bangsa indonesia sebagai bangsa kompetitor dan produktif bukan lagi bangsa bermental penakut dan konsumtif sebagaimana yang masih kita rasakan sekarang ini.

Dalam mewujudkan cita-cita kemerdekan itu, pentingnya evaluasi untuk memperbaharui kekurangan dalam agenda pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam di Indonesia. sebagaimana kita ketahui bersama selama ini terdapat kecenderungan pada aktifitas industri ekstraktif yang hanya sekedar pada level menyediakan bahan mentah semata. Hal itu memicu rendahnya nilai jual produk yang berdampak negatif pada pendapatan negara. Menanggapi hal itu pemerintahan Joko Widodo kemudian melahirkan kebijakan hilirisasi Sumber Daya Alam sebagai jawaban dari kegelisahan yang selama ini masih menghantui kita.

Baca Juga  PB HMI MPO Sebut Mafia Tambang Lebih Berbahaya Daripada Para penjajah

Hilirisasi SDA yang dibarengi dengan agenda harmonisasi lingkungan pemerintah Joko Widodo itu utamanya untuk meningkatkan devisa negara, percepatan pembangunan, pemerataan infrastruktur, menciptakan lapangan kerja dan lain sebagainya. Terobosan itu berangkat dari kesadaran kolektif bahwa pentingnya Hilirisasi SDA sebagai kekuatan bangsa dalam rangka percepatan transformasi ekonomi untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat sebagaimana yang ditegaskan dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945.

Perlu diketahui bahwa hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) merupakan suatu usaha dan upaya produktif untuk maksimalisasi bahan mentah yang di dapat dari eksploitasi SDA agar menjadi barang atau produk setengah jadi atau produk jadi. Aktifitas produksi yang komplit dari hulu sampai ke hilir guna meningkatkan nilai tambah ekonomi. Pengetahuan tersebut sesungguhnya berkaitan dengan investasi, industri dan produksi potensi SDA (Natural Resource) yang hemat biaya, hemat tenaga dan menguntungkan. Hilirisasi SDA menekankan aspek produktivitas atau kegiatan produksi bahan mentah (raw materials) yang mempertimbangkan pengeluaran dan pendapatan biaya secara efektif dan efesien. Menurut Herjanto, produktivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan bagaimana baiknya sumber daya diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang optimal.

Tantangan

Kebijakan Hilirisasi SDA sebagai momentum penting bagi negara ini untuk mewujudkan Indonesia maju tampaknya dihadapkan pada ragam tantangan baik internal maupun eksternal. Pada internal, Hilirisasi SDA sedang dihadapkan pada sejumlah masalah dalam tata kelola dan pemanfaatan SDA, terutama disektor pertambangan mineral dan batubara. Dimana terdapat masalah tarik menarik dan konflik kepentingan (Conflict of interest) antara pihak pemerintah dan swasta yang belum tuntas. Hal itu bisa dilihat dari fenomena bongkar pasang pasal dan Undang-Undang pertambangan mineral dan batubara, dimana diketahui pada tahun 2009-2014, penerbitan izin tambang menjadi kewenagan bupati, pada tahun 2014-2020 kebijakan tersebut direvisi menjadi penerbitan izin tambang menjadi kewenangan gubernur selanjutnya melalui UU Ciptaker, kewenangan IUP bergeser menjadi kewenangan pusat, dalam hal ini Kementerian ESDM dan Kementerian Investasi.

Rekam jejak yang memperlihatkan tarik menarik kepentingan dan kewenangan perizinan yang ditandai dengan bongkar pasang regulasi itu tentunya tidaklah murah, banyak tenaga dan biaya negara telah dihabiskan dalam urusan tersebut. Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) pernah mencatat jumlah anggaran yang dihabiskan oleh pemerintah dan DPR dalam menyusun dan membahas sebuah rancangan Undang-Undang (RUU) sekitar Rp1,8 miliar di tahun 2011 dan meningkat menjadi Rp5,2 miliar pada tahun 2012. Itu baru tahap penyusunan. Dari sederetan RUU yang dibahas di DPR, biaya paling besar yang dialokasikan negara digunakan untuk membahas RAPBN, besarannya lebih dari Rp20 miliar.

Baca Juga  Demi Perjuangkan Aspirasi Masyarakat, Dedi, Pengusaha Asal Morosi Siap Tampil di Pilcaleg 2024

Sayangnya besaran biaya pembuatan undang-undang alias biaya bongkar pasang pasal dan Undangan-undang itu tidak berbanding lurus dengan kualitas pelaksanaannya terutama disektor Pengelolaan Sumber Daya Alam. Sebaliknya yang terjadi justru melahirkan transisi kewenangan dan administrasi perizinan yang selalu bermasalah akibat rendahnya kualitas sistem administrasi dan koordinasi antara pemerintah baik pusat dan daerah menyebabkan ketidakpastian hukum dan carut marutnya politik SDA hingga sekarang ini.

Yang pasti pertarungan kepentingan dalam agenda pengelolaan dan pemanfaatan SDA yang melibatkan oknum-oknum swasta dan pemerintah itu mengakibatkan turunnya reputasi pemerintah dalam tata kelola SDA, ketidaksesuaian planning dan lahirnya keputusan-keputusan sepihak yang mempengaruhi kualitas kinerja pemerintah dalam tata kelola SDA dan lingkungan hidup yang berkelanjutan, tak terkecuali hilirisasi SDA itu sendiri.

Parahnya lagi akibat konflik kepentingan dan tarik menarik kewenangan perizinan pusat dan daerah yang tak kunjung tuntas tersebut, praktek korupsi SDA semakin menjadi-jadi. Banyak modus ditemukan pada kasus – kasus SDA, tak hanya pada sektor pertambangan melainkan juga terjadi di sektor kehutanan, pertanahan, perkebunan maupun kelautan. Mulai dari adanya aktifitas pertambangan ilegal, pembalakan liar, mafia pertanahan, ilegal fishing dan lain sebagainya. Laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada semester pertama 2020 menyebutkan bahwa kerugian negara akibat korupsi kekayaan alam mencapai hampir Rp30,5 miliar. Kerugian tersebut hanya berasal dari lima kasus korupsi, yaitu masing-masing dua di sektor tambang dan energi, dan satu di sektor kehutanan.

Patut diakui bahwa masalah korupsi SDA di Indonesia adalah tantangan serius dalam agenda hilirisasi SDA mengingat dampaknya kemana-mana, tak hanya merugikan negara, juga berdampak pada pemiskinan sosial, kerusakan lingkungan hidup, keberlangsungan, ketahanan cadangan, dan lain sebagainya. Ini jelas akan menghambat jalannya kebijakan hilirisasi SDA.

Untuk tantangan eksternal Hilirisasi SDA, Indonesia sempat mendapat sorotan dari IMF atau Dana Moneter Internasional yang menuduh secara sepihak tentang produk sawit Indonesia beserta turunannya yang tidak ramah lingkungan, merusak hutan, sampai merusak ekosistem flora dan fauna. Tuduhan Uni Eropa itu diketahui agar daya saing produk minyak makan mereka yang dibuat dari kedelai dan jagung tetap terjaga. Tak hanya itu, tekanan serupa juga di suarakan oleh Uni Eropa kepada Indonesia. Tidak hanya pada komoditas kelapa Sawit, mereka juga memprotes kebijakan larangan ekspor nikel yang masih berbentuk bahan mentah (raw material) pemerintah Indonesia hingga kemeja Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Tampaknya Uni Eropa tidak mau kehilangan posisi di Indonesia terutama karena ancaman krisis energi yang bisa melebar kemana-mana dampak dari perang Rusia-ukraina. Kampanye propaganda Uni Eropa terhadap Indonesia bukan suatu yang tidak mungkin digalakkan terutama jelang pilpres kali ini.

Kesimpulan

  1. Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat perlu bergotong royong mendukung dan mengkampanyekan program hilirisasi SDA Presiden Joko Widodo dalam rangka kesejahteraan dan kemakmuran bersama dimasa depan mengingat desakan terhadap perubahan global yang cepat dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai upaya berani dan tegas terhadap haluan politik SDA ala indonesia, menuju Indonesia maju sebagaimana cita-cita bangsa Indonesia.
  2. Kemiskinan dan ketimpangan termasuk ketimpangan infrastruktur dan industri di Indonesia masih sangat tajam. Kebijakan hilirisasi SDA dalam rangka transformasi percepatan pembangunan ekonomi diharapkan dapat menciptakan pemerataan infrastruktur dan industri di tanah air. Seluruh kegiatan produksi harus benar-benar berada dalam mata rantai awal dan akhir alias terintegrasi dari hulu sampai ke hilir dengan mempertimbangkan potensi SDA yang ada pada suatu wilayah. Pemerintah perlu memastikan terwujudnya Hilirisasi SDA yang Indonesia sentris dan berkeadilan.
  3. Kerusakan lingkungan dan hutan masih mengancam kelangsungan hidup masyarakat terutama disebabkan oleh aktifitas industri ekstraktif. pemerintah melalui BUMN, BUMD maupun swasta perlu mendorong kerjasama yang baik tanpa membuat gaduh alias saling menyalahkan guna terciptanya keseimbangan lingkungan hidup dan stabilitas politik. Kebijakan Hilirisasi SDA dan Harmonisasi Lingkungan Hidup menjadi kunci penting termasuk untuk menjawab kerusakan lingkungan beserta dampaknya, menurunkan deforestasi dan emisi. Mendorong kesadaran kolektif tentang pentingnya Hilirisasi dan pemanfaatan SDA serta pentingnya menjaga lingkungan hidup alias pentingnya Hilirisasi SDA yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
  4. Perlunya penguatan sistem administrasi sektor SDA yang terintegrasi antar wilayah potensi SDA beserta pengawasannya yang di dorong dengan penguatan agenda penegakan hukum yang tegas dan berkeadilan. Pemerintah perlu memastikan agar hambatan-hambatan serupa dan merusak itu tidak lagi terjadi secara berulang dalam tata kelola dan pemanfaatan SDA. Semua tahap clear and clean administrasi mulai dari tahapan permohonan perizinan, penerbitan izin dan pasca penerbitan izin harus diawasi secara ketat, tegas dan konsisten bertujuan untuk menutup cela korupsi dan kerusakan lingkungan. selanjutnya pemerintah perlu mendorong penegakan hukum di pengadilan untuk memberantas korupsi sampai tuntas, tanpa pandang bulu dan pilih kasih.
  5. Hilirisasi SDA yang ramah lingkungan dan berkeadilan bisa menutup pintu masuk mafia SDA yang masih berkeliaran baik mafia yang datang dari dalam maupun luar negeri. Dengan melihat adanya intervensi Uni Eropa terhadap hilirisasi SDA Presiden Joko Widodo menunjukkan betapa kuatnya campur tangan negara-negara luar dalam urusan SDA tanah air. Sikap negara-negara Barat tersebut mengkonfirmasi bahwa mereka tidak menginginkan Indonesia hadir sebagai bagian dari pemain global melainkan sebagai penonton global. Karenanya apapun ancaman itu, Hilirisasi SDA perlu dikawal hingga tuntas untuk Indonesia maju. Jangan mau terpengaruh dengan propaganda aneh dan menyesatkan dalam bentuk apapun yang ingin mengkotak-kotakkan kita dan Jangan biarkan Presiden Joko Widodo berjuang sendiri. Mari buktikan kepada semua bahwa kita ialah bangsa gotong royong yang hebat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar