suarakarsa.com – Tugas Tentara Nasional Indonesia (TNI) kini bertambah satu lagi menjaga seluruh kantor kejaksaan di Indonesia, dari tingkat tinggi hingga daerah. Perintah ini datang langsung dari Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto lewat telegram tertanggal 6 Mei 2025. Isinya tegas: TNI diperintahkan mengerahkan personel dan perlengkapan untuk mendukung pengamanan Kejati dan Kejari di seluruh pelosok negeri.

“Iya benar, pengamanan oleh TNI terhadap Kejaksaan dilakukan hingga ke daerah. Saat ini masih dalam proses,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, Minggu (11/5/2025). Menurutnya, ini merupakan bentuk kerja sama formal antara Kejaksaan dan TNI dalam menunjang tugas-tugas institusi penegak hukum tersebut.

Namun, keputusan ini langsung memantik reaksi keras dari berbagai kalangan, terutama kelompok masyarakat sipil. Mereka menilai pengerahan tentara untuk menjaga kantor kejaksaan sebagai bentuk intervensi militer ke dalam ranah sipil yang bertentangan dengan semangat reformasi dan prinsip demokrasi.

“Tak ada dasar hukum yang sah untuk pengerahan ini. Tugas TNI adalah pertahanan negara, bukan penegakan hukum,” ujar Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid. “Ini membuka ruang intervensi militer di sektor sipil dan berpotensi menggerus independensi lembaga penegak hukum.”

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan bahkan menyebut langkah ini sebagai bentuk pelanggaran terhadap berbagai perundang-undangan, termasuk UUD 1945, UU TNI, dan UU Kejaksaan. Mereka menilai, tugas pengamanan institusi kejaksaan cukup dilakukan oleh satuan pengamanan internal, bukan tentara bersenjata.

Menanggapi kritik tersebut, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayjen Kristomei Sianturi menjelaskan bahwa dukungan TNI dilandasi kerja sama resmi yang tertuang dalam Nota Kesepahaman antara TNI dan Kejaksaan Agung pada April 2023. Nota itu memuat delapan bentuk kerja sama, mulai dari pendidikan hingga pengamanan dan penanganan perkara koneksitas.

“Semua dukungan diberikan atas permintaan resmi dan berdasarkan kebutuhan yang terukur,” ujar Kristomei. Ia menegaskan bahwa TNI tetap memegang teguh prinsip profesionalitas, netralitas, dan sinergi antar-lembaga.

Meski begitu, polemik belum mereda. Banyak pihak menilai, kehadiran tentara dalam fungsi non-militer, terlebih di sektor penegakan hukum, menimbulkan kekhawatiran akan kembalinya bayang-bayang dwifungsi ABRI di era reformasi. Apalagi, hingga kini belum ada dasar Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang menjelaskan secara rinci legalitas operasi tersebut.