suarakarsa.com – Tragedi terjadi di rest area Km 45 Tol Tangerang-Merak pada Kamis (2/1/2025), ketika bos rental mobil, Ilyas Abdurrahman, tewas akibat tembakan.

Ilyas tewas saat berusaha mengambil kembali mobil Honda Brio miliknya yang disewakan dan kemudian dipindahtangankan oleh dua prajurit TNI, Kelasi Kepala (KLK) Bambang Apri Atmojo dan Sersan Satu (Sertu) Akbar Adli.

Menurut Oditur Militer II-07 Jakarta, Mayor Korps Hukum (Chk) Gori Rambe, kedua prajurit tersebut melakukan tindakan keji dengan menghilangkan nyawa korban.

“Membunuh sesama manusia, almarhum saudara Ilyas Abdurrahman, dan melukai Saudara Ramli yang sampai saat ini masih dirawat,” ujar Gori dalam persidangan tuntutan pada Senin (10/3/2025).

Dalam sidang di Pengadilan Militer Jakarta, Oditur Militer menuntut KLK Bambang Apri Atmojo dan Sertu Akbar Adli dengan hukuman penjara seumur hidup serta pemecatan dari keanggotaan TNI.

“Terdakwa satu, (Bambang Apri Atmojo) pidana pokok, penjara seumur hidup dan dipecat dari keanggotaan TNI,” kata Gori Rambe dalam sidang tersebut. Selain itu, kedua terdakwa juga diwajibkan membayar restitusi kepada keluarga korban.

Sertu Akbar Adli harus membayar Rp 147 juta kepada keluarga Ilyas Abdurrahman dan Rp 73 juta kepada keluarga Ramli. Sementara itu, Rafsin Hermawan, yang terlibat dalam penadahan mobil korban, dituntut dengan hukuman empat tahun penjara.

Dalam tuntutannya, Oditur Militer menyebut bahwa para terdakwa diwajibkan membayar restitusi dengan total Rp 796.608.900 kepada keluarga korban.

Rinciannya, keluarga almarhum Ilyas Abdurrahman berhak menerima Rp 209 juta, sementara korban luka, Ramli, mendapatkan restitusi sebesar Rp 146 juta.

Anak korban, Agam Muhammad Nasrudin, menyambut baik keputusan tuntutan tersebut. “Untuk saat ini kami merasa cukup puas dengan tuntutan seumur hidup,” ujarnya.

Agam juga menjelaskan bahwa perhitungan nilai restitusi telah dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). “Kami serahkan ke LPSK dan LPSK sendiri yang menghitung semua. Untuk sementara ini sesuai,” tambahnya.

Kasus ini kembali menyoroti pelanggaran hukum yang melibatkan anggota militer dan menjadi perhatian publik.

Pemecatan kedua terdakwa dari keanggotaan TNI menegaskan bahwa institusi militer tidak akan mentoleransi tindakan kriminal yang dilakukan oleh prajuritnya.

Sidang masih berlanjut, dan publik menantikan putusan akhir pengadilan militer atas kasus ini, yang menjadi ujian bagi penegakan hukum di lingkungan TNI.