suarakarsa.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor kelapa bulat Indonesia mencapai US$30,8 juta atau sekitar Rp517 miliar sepanjang Januari–Februari 2025. Volume ekspor mencapai 71.077 ton, dengan China dan Vietnam menjadi tujuan utama pengiriman.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebutkan bahwa ekspor kelapa bulat naik signifikan, 29,84 persen secara bulanan, dibanding bulan sebelumnya.
“Sebagian besar ekspor ditujukan ke China dan Vietnam,” kata Amalia dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Senin (17/3).
Rinciannya, 68.065 ton kelapa dikirim ke China dengan nilai US$29,5 juta, disusul Vietnam sebanyak 2.180 ton, lalu Thailand 550 ton, dan Malaysia 280 ton.
Tren ekspor kelapa bulat selama empat tahun terakhir mengalami fluktuasi. Pada 2021, ekspor tercatat 431.841 ton (US$102,9 juta), turun menjadi 288.286 ton pada 2022, dan kembali meningkat pada 2023 dan 2024 masing-masing menjadi 380.883 ton dan 431.915 ton.
Tingginya permintaan luar negeri berdampak pada lonjakan harga kelapa di pasar domestik, terutama menjelang Ramadan. Di beberapa pasar tradisional Jakarta, harga kelapa parut melonjak hingga Rp25.000 per butir, naik tajam dari sebelumnya sekitar Rp10.000–Rp15.000.
Seorang pedagang di Pasar Rumput, Jakarta Selatan, mengaku harga naik karena kelapa banyak dikirim ke luar negeri, terutama China. “Rebutan pasokan dari petani, banyak yang kirim ke China,” ujarnya.
Menteri Perdagangan Budi Santoso pun mengakui bahwa lonjakan harga terjadi karena terbatasnya pasokan akibat meningkatnya ekspor dan permintaan industri dalam negeri.
“Kelapa banyak diekspor, sementara industri dalam negeri juga butuh. Akhirnya pasokan terbatas dan harga naik,” ujar Budi di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (21/3).
Kenaikan harga ini bahkan disebut telah mencapai 50 persen dalam beberapa waktu terakhir. Pemerintah disebut tengah memantau situasi dan menyiapkan langkah untuk menjaga stabilitas harga.
2 Komentar