suarakarsa.com – Skandal besar kembali mengguncang sektor pangan nasional. Sebanyak 80 persen beras subsidi program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di tingkat konsumen diduga dikemas ulang menjadi beras premium dan dijual dengan harga tinggi. Praktik curang ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga membebani konsumen dengan nilai kerugian yang fantastis diperkirakan mencapai Rp 99 triliun.

Fakta mencengangkan ini disampaikan langsung oleh Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman saat menghadiri rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI, Rabu (2/7/2025).

“Kami menemukan dari hasil investigasi, 80 persen beras SPHP dioplos dan dijual ulang dengan harga premium. Hanya 20 persen yang dipajang sesuai program,” ungkap Amran di hadapan anggota dewan.

Temuan ini merupakan hasil investigasi gabungan yang melibatkan Kementerian Pertanian, Satgas Pangan Polri, Kejaksaan Agung, Badan Pangan Nasional (Bapanas), dan sejumlah lembaga pengawas lainnya. Pemeriksaan dilakukan secara langsung di pasar-pasar pada 10 provinsi utama.

Pola permainan mafia beras cukup sistematis. Beras subsidi yang seharusnya dijual dengan harga terjangkau, justru diselewengkan dan dijual mahal, melebihi harga eceran tertinggi (HET). Para pelaku memanfaatkan perbedaan harga antara beras subsidi dan premium untuk meraup keuntungan pribadi.

“Subsidi pemerintah sekitar Rp 1.500 per kilogram, tapi dijual dengan markup Rp 2.000 hingga Rp 3.000. Negara rugi Rp 2 triliun per tahun, dan jika berlangsung lima tahun, nilainya mencapai Rp 10 triliun,” tegas Amran.

Skema mafia beras ini juga menjelaskan anomali harga beras yang sempat terjadi beberapa bulan terakhir. Meski stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola Bulog dalam kondisi melimpah, harga di tingkat konsumen justru melonjak tajam. Di sisi lain, harga beli di tingkat petani justru mengalami penurunan.

“Selama tiga bulan berturut-turut, harga di tingkat petani turun, tapi harga di konsumen naik. Ini jelas janggal. Kami curiga sejak awal,” ujar Amran.

Lebih lanjut, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa sebagian besar beras premium yang beredar tidak sesuai standar:

  • 85,56% beras premium tidak memenuhi mutu

  • 59,78% dijual di atas HET

  • 21% berat kemasan tidak sesuai

Potensi kerugian konsumen akibat manipulasi ini diprediksi menembus Rp 99 triliun, angka yang sangat besar dan mencerminkan betapa sistemik masalah ini.

Mentan mengakui bahwa langkah tegas untuk membongkar praktik kotor ini bukan tanpa risiko. Namun, ia menegaskan komitmennya untuk menindak tegas mafia pangan, meski harus menghadapi tekanan dari berbagai pihak.

“Kami siap ambil risiko apa pun. Selama ini kami terus diserang, tapi kami tidak gentar. Ini menyangkut hak rakyat dan stabilitas pangan nasional,” tuturnya.