Konawe Utara – Pada Bulan Juni 2022 lalu, telah dilakukan rapat dengar pendapat (RDP) di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Konawe Utara (Konut), terkait pencemaran air bersih milik warga Lamondowo, Kecamatan Andowia.
Pihak yang hadir dalam RDP antara lain DLH Konut, KPHP Laiwoi, PT BNN, warga Lamondowo, serta PT Antam sebagai pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari lokasi KSO-Basman melakukan kegiatan pertambangan.
Ketua Komisi II DPRD Konut, Rasmin Kamil waktu itu mengungkapkan, RDP ini menyimpulkan adanya rekomendasi penghentian sementara, aktivitas pertambangan KSO-Basman di wilayah IUP PT Antam.
“Ini wajib dihormati dan dijalankan oleh semua pihak. Rekomendasi itu akan diserahkan kepada pihak PT Antam, PT BNN, DLH, dan masyarakat,” tegasnya.
Kemudian berikutnya sambung dia, DPRD Konut sudah menyarankan agar pihak PT Antam melaporkan KSO-Basman dengan dugaan melakukan pencurian ore nikel.
Kurang lebih dua bulan paska RDP di kantor DPRD Konut, warga Lamondowo mendatangi kantor PT Antam di Kota Kendari untuk mempertanyakan keseriusan pihak perusahaan dalam menangani masalah kerusakan lingkungan dan pencemaran air bersih yang diakibatkan aktivitas pertambangan.
Dalam kunjungan masyarakat Lamondowo di Kantor PT Antam, hanya ditemui Rusdi selaku staf keuangan, namun dirinya tak bisa memberikan keterangan dan hanya menyarankan agar warga menyurat secara resmi kepada General Manajer PT Antam Wilayah Konut agar bisa ditindaki.
Ashar selaku ketua SPAM Desa Lamondowo, kepada media ini, Rabu (7/9/2022), mengaku sangat menyayangkan dan kecewa terhadap sikap PT Antam yang tak kunjung bisa menemui warga.
“Sudah dua bulan lebih paska RDP pihak Antam belum ada iktikad baik untuk menyelesaikan permasalahan air bersih di warga Lamondowo,” katanya.
Sementara itu, Agus Dermawan selaku sekretaris Forkam-HL Sultra, menilai PT Antam Tbk sangat lamban dalam menangani permasalahan ini.
Seharusnya kata Agus, ada upaya dan tindakan, mengingat ini mengenai kebutuhan dasar masyarakat, apalagi PT Antam merupakan perusahaan dengan status Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Sebagai refresentatif dari pada UUD 1945 Pasal 33 ayat 3, namun ironinya jangankan kemakmuran dan kesejateraan, persoalan kebutahan dasar saja tak mampu diselesaikan,” tutup Agus dengan nada kecewa. **(SD.T)**
Tinggalkan Balasan