suarakarsa.com – Perum Bulog memproyeksikan kebutuhan anggaran sebesar Rp57 triliun untuk menyerap 4,6 juta ton beras sepanjang tahun 2025.

Direktur Keuangan Perum Bulog, Iryanto Hutagaol, mengungkapkan bahwa saat ini stok beras yang tersedia di Bulog mencapai 1,7 juta ton.

Namun, atas perintah Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), Bulog diwajibkan menyerap 3 juta ton beras pada awal 2025.

“Artinya, kita akan mengelola 4,7 juta ton setara beras. Kalau kita hitung harga Rp12 ribu per kilogram (kg), maka total anggaran yang diperlukan sekitar Rp57 triliun untuk mengelola stok ini.

Kami juga membutuhkan sekitar 10 persen dari angka tersebut untuk biaya pengelolaan,” ujar Iryanto dalam sebuah diskusi di Kantor Bulog, Jakarta Selatan, Rabu (22/1), mengutip dari media.

Iryanto menjelaskan bahwa pendanaan untuk Bulog selama ini sebagian besar berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Namun, pencairan dana APBN baru diterima setelah Bulog menyelesaikan distribusi beras kepada masyarakat.

Karena itu, Bulog kerap mengambil pinjaman dari perbankan guna menutup kebutuhan awal dalam menyerap beras sebelum mendapatkan dana dari pemerintah.

Guna mengatasi tantangan ini, pihaknya tengah mengusulkan skema pendanaan yang lebih terstruktur.

“Saat ini, mekanisme pendanaan Bulog berjalan dengan skema beli dulu, simpan, perbaiki, rapikan, lalu salurkan, baru kemudian mendapatkan pembayaran.

Model ini cukup membebani, karena kami harus menanggung biaya pinjaman bank terlebih dahulu,” jelasnya.

Meskipun menghadapi beban finansial yang berat, Bulog tetap dapat menjalankan tugasnya dengan aman.

Iryanto menyebut bahwa perusahaan tetap menjaga stabilitas keuangan dengan menerapkan prinsip akuntansi yang sesuai dengan standar nasional.

“Kami bertahan meskipun harus meminjam dari bank. Ini adalah konsekuensi yang harus kami hadapi. Namun, kami tetap berupaya menjalankan tugas dengan baik dan menjaga laporan keuangan tetap positif,” lanjutnya.

Senada dengan itu, Direktur Utama Bulog, Wahyu Suparyono, menegaskan bahwa sumber dana untuk stok beras yang ada saat ini memang berasal dari pinjaman perbankan.

Ia menyebut bahwa pada 2024, bunga pinjaman yang harus dibayarkan mencapai Rp2,5 triliun.

“Stok yang ada sekarang itu didanai dari pinjaman bank. Jika ada pinjaman, pasti ada bunga yang harus dibayar. Ini adalah struktur pendanaan kami saat ini. Beban bunga tahun lalu sekitar Rp2,5 triliun untuk penyerapan 2024, dan dana untuk menyerap 3 juta ton beras pada awal 2025 nantinya juga berasal dari pinjaman bank,” tutup Wahyu.