suarakarsa.com — Menjelang peringatan Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia, pengibaran bendera bajak laut dari serial anime One Piece oleh sejumlah masyarakat menarik perhatian publik. Bendera yang menampilkan tengkorak dan dua tulang bersilang itu terlihat di berbagai tempat, seperti pagar rumah, perahu, hingga kendaraan pribadi, menggantikan atau mendampingi bendera Merah Putih.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mengenai makna simbol tersebut dan bagaimana implikasinya dalam konteks hukum serta penghormatan terhadap lambang negara.

Simbol Populer dengan Makna Filosofis

Bendera yang dikenal sebagai Jolly Roger dalam semesta fiksi One Piece merupakan lambang khas kelompok bajak laut Topi Jerami yang dipimpin karakter utama, Monkey D. Luffy. Dalam serial tersebut, bendera ini bukan hanya identik dengan petualangan, tetapi juga menggambarkan nilai-nilai seperti kebebasan, tekad pribadi, dan solidaritas.

Menurut One Piece Fandom, tiap desain Jolly Roger memiliki karakteristik unik yang mewakili pemimpinnya. Bagi banyak penggemar, bendera ini menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan atau kekuasaan yang absolut, termasuk dalam cerita melawan dominasi Pemerintah Dunia.

Di dunia nyata, tren pengibaran bendera ini dipandang sebagai bentuk ekspresi dari komunitas pecinta budaya pop Jepang. Namun, menurut Peneliti Kebijakan Publik, Riko Noviantoro, masyarakat perlu memahami bahwa ekspresi tersebut memiliki batasan, terutama dalam konteks momen kenegaraan seperti peringatan Hari Kemerdekaan.

“Kalau sampai terjadi pelecehan terhadap simbol negara seperti bendera Merah Putih, maka bisa dikenai sanksi pidana,” kata Riko, Kamis (31/7/2025).

Ia mengacu pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 yang mengatur penggunaan dan penghormatan terhadap bendera negara. Dalam pasal 21 disebutkan bahwa bendera Merah Putih harus diposisikan lebih tinggi dan lebih besar jika dikibarkan bersama bendera lain. Sementara pasal 24 melarang tindakan tidak hormat, seperti merusak atau mencetak gambar pada bendera negara.

“Dalam konteks hukum, Merah Putih tidak boleh dikalahkan oleh bendera lain secara visual, apalagi dalam peringatan kemerdekaan,” tegasnya. Pelanggaran terhadap aturan tersebut dapat dijerat Pasal 66 dengan ancaman pidana penjara hingga 5 tahun atau denda maksimal Rp500 juta.

Di sisi lain, Riko menilai pengibaran bendera Jolly Roger juga bisa dimaknai sebagai bentuk kekecewaan terhadap situasi sosial dan politik. Ia menyebut hal ini mirip dengan fenomena viral simbol Garuda “Indonesia Darurat” beberapa waktu lalu.

“Munculnya bendera ini tidak lepas dari kritik publik terhadap kinerja pemerintah. Ini bukan hanya tren budaya pop, tapi juga bentuk pernyataan sosial,” ungkapnya.

Meski begitu, Riko mengingatkan bahwa ekspresi seperti ini tetap harus memperhatikan ruang publik dan simbol negara. Ia mengimbau agar pemerintah tidak hanya menindak secara hukum, melainkan juga mendengar aspirasi yang tersirat dalam bentuk simbolik tersebut.

“Ekspresi melalui budaya populer sah-sah saja. Tapi ketika bersinggungan dengan simbol kenegaraan, masyarakat harus tetap bijak,” tutupnya.