Jakarta –Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional mengkritisi kepopuleran biosaka dapat meningkatan pertumbuhan, efisiensi pupuk, dan hasil menjadi kurang valid untuk diterapkan secara umum dengan dasar hasil kajian TIM Fakultas Pertanian Universitas IPB lantaran bahan baku biosaka yang beragam dan tidak standar, memiliki kandungan bahan aktif yang bervariasi.
Hal ini dikemukakan oleh Dr. Ir. I Wayan Suastika, Peneliti OR Tanaman Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional saat memoderatori diskusi tentang Pandangan HITI dan IPB terhadap Biosaka secara virtual pada Jumat, 9 Juni 2023.
Pendapat dari tim Fakultas Pertanian Universitas IPB, komposisi bahan baku yang beragam dan tidak terstandar, Biosaka akan menjadi larutan yang memiliki komposisi dan kandungan bahan aktif yang bervariasi. Biosaka tidak dapat distandardisasi secara ilmiah untuk mendapatkan peran bahan aktif Biosaka terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Klaim bahwa Biosaka dapat meningkatan pertumbuhan, meningkatkan efisiensi pupuk, dan meningkatkan hasil menjadi kurang valid untuk diterapkan secara umum.
Suatika menambahkan bahwa Biosaka sering disebut sebagai elisitor. Hubungan langsung antara elisitor dan peningkatan produksi dan efisiensi penggunaan pupuk, sampai saat ini belum dapat dijelaskan dengan baik. Kandungan jenis metabolit sekunder dari Biosaka akan selalu bervariasi tergantung pada jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku Biosaka.
Lebih lanjut Suatika menambahkan bahwa dari berbagai bahan aktif Biosaka, hanya fitohormon yang mungkin memiliki kaitan erat dengan pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi tanaman, sehingga mungkin saja Biosaka dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman. Akan tetapi hal ini masih perlu pembuktian secara ilmiah, melalui percobaan yang didesain dan dilaksanakan sesuai prosedur ilmiah yang benar.
Tanaman padi tetap memerlukan pupuk NPK, jika hanya diberi Biosaka maka hasilnya lebih rendah dari tanaman kontrol tanpa Biosaka. Klaim bahwa Biosaka dapat mensubtitusi 50% pupuk NPK dan meningkatkan hasil tidak dapat dibuktikan pada percobaan-percobaan tersebut. Perlakuan dengan Biosaka (P1) justru memberikan hasil yang lebih rendah dibanding perlakuan tanpa pupuk (P0).
“Penggunaan Biosaka harus tetap dibarengi dengan penggunaan pupuk anorganik dan/atau pupuk organik karena Biosaka tidak mengandung hara-hara esensial makro ataupun mikro yang cukup. Penggunaan Biosaka tanpa penambahan pupuk anorganik dan atau organik, dikhawatirkan dalam jangka panjang akan menguras hara-hara tanah sehingga di kemudian hari tanah akan kehabisan hara-hara esensial”, tegas Suastika.
Pemanfaatan Biosaka dalam praktek budidaya tanaman harus selalu didasarkan pada status hara tanah dan kebutuhan minimal tumbuhan akan unsur hara. Oleh karena itu, pemberian Biosaka tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus diimbangi dengan pemberian pupuk organik dan/atau pupuk anorganik, agar keberlanjutan ketersediaan hara di dalam tanah selalu terjaga.
Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) sampai saat ini juga belum merekomendasikan pemanfaatan Biosaka sebelum ada hasil penelitian/uji/kajian dengan standar ilmiah lingkup ilmu-ilmu tanah-tanaman-lingkungan yang valid. Uji multi-lokasi sangat diperlukan dalam membuat rumusan, mengingat Indonesia mempunyai keragaman tanah dan lingkungan yang cukup besar.
Biosaka mungkin dapat memberi efek psikologis ke petani ketika harus menurunkan dosis pupuk kebiasaan yang berlebihan ke dosis rekomendasi, sehingga petani akan merasa aman untuk menerapkan dosis pupuk yang sesuai kebutuhan tanaman ketika dibarengi dengan aplikasi biosaka. (IWS)