suarakarsa.com – Penyaluran santunan Dampak Sosial (Damsos) Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Ameroro tahap ketiga kembali menuai sorotan. Sebanyak 119 warga dari Desa Tamesandi dan Desa Baruga yang menerima pembayaran pada Rabu, 12 November 2025, mengaku kecewa karena proses penerimaan kali ini dinilai penuh kejanggalan dan minim transparansi.

Penyaluran yang berlangsung di Balai Desa Tamesandi tersebut disebut berbeda jauh dengan pola pembayaran tahap pertama dan kedua. Sejumlah warga menilai ada dugaan kongkalingkong antara oknum masyarakat dan pihak instansi terkait, terutama terkait perubahan nilai pembayaran yang tidak diumumkan secara terbuka.

Seorang warga yang menerima santunan tahap pertama menegaskan bahwa pada pembayaran sebelumnya, proses dilakukan secara jelas.
Sebelum pencairan, warga diminta menandatangani formulir “setuju/tidak setuju” yang disertai penyebutan nominal santunan.

Namun pada pembayaran tahap ketiga yang berlangsung Jum’at, 31 Oktober 2025, prosedur tersebut sama sekali tidak dilakukan.

“Waktu tahap awal dibayar, kami tanda tangan dan diberitahu jumlahnya. Tapi pada tahap ketiga ini tidak ada sama sekali. Seolah-olah ada yang disembunyikan,” ungkap salah satu warga.

Tidak hanya soal transparansi, warga juga mengaku terkejut dengan perubahan nilai santunan. Seorang penerima menuturkan bahwa berdasarkan hasil verifikasi satgas, ia sebelumnya diberi tahu akan menerima sekitar Rp18 juta. Namun saat pencairan, tertulis ia menerima Rp130 juta.

“Waktu saya urus cuma 18 juta. Tapi saat pencairan, tertulis 130 juta,” ujar warga tersebut.

Di sisi lain, ada pula warga yang justru mengalami penurunan nominal dan pengurangan luas lahan dari hasil verifikasi sebelumnya. Kondisi ini semakin menguatkan dugaan bahwa proses pembayaran tidak berjalan sesuai prosedur yang telah dijanjikan.

Organisasi Tamalaki Wonua Konawe, yang sejak awal mendampingi warga terdampak pembangunan Bendungan Ameroro, turut mempertanyakan berbagai kejanggalan tersebut.

Ketua Umum Tamalaki Wonua Konawe, Asrif Banasuru, menegaskan bahwa pihak instansi terkait wajib membuka secara terang jumlah nominal yang diterima setiap warga serta melakukan verifikasi ulang tanaman dan lahan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.

“Pada setiap rapat, baik di DPRD Konawe maupun BWS Sulawesi IV Kendari, mereka janji semua proses harus adil, transparan, dan tepat sasaran. Tapi kenyataannya di lapangan jauh berbeda,” tegas Asrif.

Masalah lain muncul setelah pencairan berjalan beberapa hari. Sejumlah warga penerima santunan tahap III mendapati rekening mereka terblokir sehingga tidak bisa mengambil dana kompensasi. Ironisnya, tidak ada penjelasan resmi mengenai penyebab pemblokiran tersebut.

Pada tahap I dan II, pembukaan rekening dilakukan otomatis bersamaan dengan pembayaran, sehingga warga dapat langsung menggunakan dana tersebut tanpa hambatan.

Hingga kini, masyarakat terdampak Bendungan Ameroro masih menunggu penjelasan resmi dari instansi terkait. Mereka berharap pemerintah dan pihak pengelola proyek memberikan keterbukaan penuh demi menghindari kesalahpahaman dan memastikan hak-hak warga terpenuhi secara adil.