Lebih lanjut Wilson Lalengke mengungkapkan bahwa pendidikan di Swedia justru dimulai sejak seseorang masih di dalam kandungan. Saat dia kuliah pasca sarjana bidang studi Applied Ethics di Linkoping University, Swedia, satu waktu Wilson Lalengke bersama rombongan satu kelasnya dibawa ke Stockholm (ibukota Kerajaan Swedia – red) untuk beraudiensi dengan Parlemen Swedia. Kepada para mahasiswa tersebut, Ketua Parlemen negara penghasil pesawat tempur F-16 itu menjelaskan panjang lebar segala sesuatu tentang pengelolaan anggaran belanja negaranya.

Berdasarkan penjelasan Parlemen Swedia itu diketahui bahwa negeri Skandinavia tersebut menghabiskan lebih dari 50 persen APBN-nya hanya untuk membiayai program pendidikan warganya.

Waktu itu, pendidikan gratis diterapkan kepada semua warga hingga di jenjang pasca sarjana. Untuk mereka yang mengambil program doktor, disediakan juga biaya pendidikan oleh negara dalam bentuk proyek penelitian. Jadi hampir seluruh lulusan doktoral di Swedia diselesaikan melalui jalur penelitian, bukan klasikal seperti di Indonesia.