YOGYAKARTA – Sejumlah akademisi Universitas Gadjah Mada ( UGM ) menyampaikan Petisi Bulaksumur sebagai bentuk keprihatinan terhadap dinamika perpolitikan nasional dan pelanggaran prinsip demokrasi menjelang pemilu 2024.
Petisi Bulaksumur yang berisi kritik terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Petisi itu dibacakan di Balairung UGM tanpa dihadiri Rektor UGM Ova Emilia.
Saat dimintai konfirmasi terkait keberadaan Rektor, Sekretaris UGM Andi Sandi mengatakan saat acara pembacaan Petisi Bulaksumur itu Rektor sedang menghadiri agenda di Jakarta.
“Jadi begini, acara kemarin itu bukan Bu Rektor tidak ada, Bu Rektor itu ada agenda yang sudah jauh hari yang diminta untuk menghadiri Kagama (Keluarga Alumni Gadjah Mada) di Jakarta,” kata Andi Sandi kepada wartawan, Jumat (2/2/2024).
Di sisi lain Rektorat UGM menegaskan Petisi Bulaksumur tidak mewakili UGM sebagai institusi. Sebab, jika atas nama institusi maka ada proses yang harus dilewati, sementara Petisi Bulaksumur itu bermula dari diskusi para dosen, tendik, dan mahasiswa.
“Saya sampaikan bahwa dosen dalam hal ini ada juga guru besar, ada mahasiswa, alumni, tenaga kependidikan ini ada yang ikut dalam elemen-elemen diskusi itu. Tapi kalau ini mau dikatakan secara institusional kami harus lewat proses institusional di mana itu ada Senat Akademik, dewan guru besar, MWA, dan pimpinan universitas. Belum lagi kita harus bercerita dengan teman-teman dekan,” jelas Andi Sandi.
Meski tidak mewakili secara institusi, Sandi menegaskan bahwa UGM dalam posisi netral. UGM, kata dia, berkewajiban mewadahi aspirasi teman-teman.
“Karena prosesnya begitu cepat dan ini bermula dari elemen-elemen di UGM ya kita mewadahi aspirasi dan kegundahan teman-teman,” ucapnya.
“Secara formal itu belum ada dibahas di kelembagaan. Tetapi kalau dikatakan apakah ini UGM lepas tangan, tidak, wong ini elemen kami kok,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, civitas akademika UGM membuat Petisi Bulaksumur. Lewat petisi itu, mereka mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dianggap telah keluar jalur.
Adapun Petisi Bulaksumur dibacakan oleh Prof Koentjoro di Balairung UGM. Dihadiri oleh sejumlah guru besar UGM, dosen, dan mahasiswa. Petisi itu dibacakan dalam acara Mimbar Akademik: Menjaga Demokrasi oleh akademisi UGM, Rabu (31/1).
“Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada (UGM),” ucap Koentjoro membacakan isi petisi.
Petisi itu muncul setelah mencermati dinamika yang terjadi dalam perpolitikan nasional selama beberapa waktu terakhir. Sekaligus mengingat dan memperhatikan nilai-nilai Pancasila serta jati diri UGM menyampaikan keprihatinan yang mendalam terhadap tindakan sejumlah penyelenggara negara di berbagai lini yang menyimpang dari prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan, dan keadilan sosial.
Disebutkan dalam petisi itu beberapa hal yang menjadi pelanggaran di masa pemerintahan Jokowi. Pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi perwakilan yang sedang berjalan, dan pernyataan kontradiktif Presiden Jokowi tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik antara netralitas dan keberpihakan.
Civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) membuat Petisi Bulaksumur mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dianggap telah keluar jalur. Jokowi pun memberikan tanggapannya.
Jokowi menanggapi munculnya Petisi Bulaksumur yang dikeluarkan oleh sivitas akademika UGM tersebut. Jokowi menyebut hal itu merupakan hak demokrasi.
“Itu hak demokrasi,” kata Jokowi kepada wartawan saat dimintai tanggapan soal Petisi Bulaksumur, di Pasar Kota Wonogiri, Kamis (1/2).(SW)
Tinggalkan Balasan