suarakarsa.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menanggapi pelemahan nilai tukar rupiah yang mencapai Rp16 ribu per dolar AS. Ia menilai kondisi ini tidak perlu dianggap berlebihan, mengingat beberapa negara memanfaatkan depresiasi mata uang untuk mendongkrak ekspor.
“Beberapa negara seperti Turki menggunakan pelemahan nilai tukar mata uangnya. Inflasinya tinggi, tapi ekspornya meningkat pesat karena harga ekspornya menjadi murah,” ujar Airlangga dalam media, Jumat (20/12).
Ia menekankan bahwa pelemahan rupiah berada dalam proyeksi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang mematok kurs di level Rp16 ribu per dolar AS. “Kita harus menjaga keseimbangan, tidak perlu terlalu baper terhadap harga karena ini sudah dipatok dalam APBN,” katanya.
Meski begitu, sejumlah ekonom mengingatkan dampak pelemahan rupiah terhadap kenaikan harga barang, terutama barang impor. Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menyebut beberapa produk yang diperkirakan mengalami kenaikan harga:
- Barang elektronik seperti laptop, handphone, dan aksesoris, karena sebagian besar masih diimpor.
- Peralatan rumah tangga seperti AC, kulkas, dan TV, yang komponennya bergantung pada impor.
- Suku cadang kendaraan bermotor, termasuk mobil, motor, dan truk.
- Bahan pangan seperti kedelai, jagung, bawang putih, dan gandum.
- Produk energi seperti BBM, listrik, dan LPG non-subsidi.
Bhima menambahkan, pelemahan rupiah dapat memicu inflasi impor (imported inflation) karena kenaikan biaya produksi diteruskan kepada konsumen.
Rupiah dibuka di level Rp16.307 per dolar AS pada perdagangan pasar spot, Jumat (20/12). Mata uang Garuda melemah 26 poin atau 0,17 persen.
Ekonom Teuku Riefky dari LPEM FEB UI menjelaskan pelemahan rupiah meningkatkan ongkos impor, terutama bahan baku produk elektronik seperti semikonduktor dan microchip. “Kenaikan biaya produksi akan memberi tekanan pada inflasi dalam negeri,” ujarnya.
Meski demikian, Airlangga optimistis Indonesia mampu memanfaatkan situasi ini untuk memperkuat sektor ekspor, seperti yang dilakukan beberapa negara lain.
Tinggalkan Balasan