Teks

Aliran Dana Korupsi BTS Kemana-mana, Johnny G Plate Dituntut 15 Tahun

JAKARTA – Jaksa penuntut umum (JPU) mengungkap aliran duit terkait kasus korupsi proyek BTS 4G Kominfo. Jaksa mengatakan aliran duit proyek BTS 4G Kominfo diduga mengalir ke Komisi I DPR, Dito Ariotedjo, hingga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Hal itu diungkap jaksa saat membacakan tuntutan terhadap mantan Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, mantan Menkominfo Johnny G Plate, dan Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia (UI) Yohan Suryanto, Rabu (25/10/2023).

Mulanya, jaksa mengungkap duit proyek BTS diduga mengalir ke BPK senilai Rp 40 miliar. Uang itu diserahkan kepada BPK yang melakukan audit proyek BTS 4G Kominfo.

“Pertengahan tahun 2022 bertempat di Grand Hyatt Jakarta Windi Purnama menyerahkan uang kepada Sadikin sebesar Rp 40 miliar, penyerahan uang tersebut ditujukan kepada BPK terkait dengan audit yg dilakukan BPK atas proyek BTS 4G 2021-2022 yang mengalami keterlambatan,” kata jaksa.

Aliran uang proyek BTS juga diduga mengalir ke Komisi I DPR sebesar Rp 70 miliar. Jaksa mengatakan uang itu diduga untuk menghentikan proses hukum kasus BTS Kominfo.

Baca Juga  Beda Data Menara BTS, Di Laporan Baik, di Lapangan Banyak yang Mangkrak

“Pada pertengahan 2022, bertempat di sebuah hotel di Bogor Windi Purnama menyerahkan uang ke Nistra Yohan staf anggota Komisi I DPR RI sebesar Rp 70 miliar untuk dapat menghentikan proses penegakan hukum terhadap proyek pembangunan BTS 4G 2021-2022,” ujarnya.

Kemudian, pada Agustus 2022, uang proyek BTS Kominfo juga diduga mengalir ke seseorang bernama Edward Hutahaean senilai Rp 15 miliar. Uang itu juga diduga untuk mengamankan perkara.

“Pada Agustus 2022, bertempat di kantornya sendiri, Irwan Hermawan menyerahkan uang ke Edward Hutahaean sebesar Rp 15 miliar dengan tujuan untuk penghentian proses penegakan terhadap pembangunan proyek BTS 4G,” ujarnya.

Sementara pada Oktober 2022, ada juga dugaan aliran uang proyek BTS ke seseorang bernama Windu Aji Susanto senilai Rp 66 miliar. Uang tersebut diserahkan bertahap sebanyak dua kali.

“Pada Oktober 2022, bertempat di kantor Windu, Irwan Hermawan menyerahkan uang kepada Windu Aji Susanto sebesar Rp 66 miliar dengan tujuan untuk penghentian proses penegakan hukum terhadap pembangunan proyek BTS 4G tahun 2021-2022. Uang tersebut diserahkan sebanyak dua kali, masing-masing penyerahan sebesar Rp 33 miliar,” ujarnya.

Baca Juga  Barisan RFG Adakan Tebus Sembako Murah di Tawanga, Dalam Sekejap Ribuan Paket Habis Diserbu Warga

Tak hanya itu, jaksa mengungkap terdakwa kasus BTS Kominfo, Irwan Hermawan, menyerahkan uang Rp 27 miliar ke Dito Ariotedjo. Jaksa menyebut uang itu untuk mengamankan perkara BTS.

“Pada kurun November-Desember 2022 bertempat di rumah Dito Ariotedjo, Irwan Hermawan menyerahkan uang kepada Dito Ariotedjo sebesar Rp 27 miliar untuk tujuan pemberhentian proses penegakan hukum terhadap proyek pembangunan BTS 4G Tahun 2021-2022,” ujarnya.

Johnny G Plate dituntut hukuman penjara. Jaksa meyakini Plate terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi proyek BTS 4G Kominfo secara bersama-sama dengan terdakwa lain.

“Menuntut, agar supaya majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara, memutuskan, menyatakan, Terdakwa Johnny G Plate terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama,” kata jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Jakpus, Rabu (25/10).

“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Johnny G Plate berupa pidana penjara 15 tahun,” imbuhnya.

Baca Juga  Ada Duit Rp4O M Disiapkan Buat BPK, Dari Awal Proyek BTS Sudah Bermasalah

Jaksa juga menuntut Plate membayar denda Rp 1 miliar subsider 12 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 17,8 miliar. Plate diyakini jaksa melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Selain Plate, sidang tuntutan ini digelar untuk terdakwa mantan Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif dan Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Yohan. Anang dituntut 18 tahun, sementara Yohan 6 tahun.(SW)