Teks

Dipertanyakan Kontribusinya, Letkol Tituler Terlalu Murah Diberikan Ke Deddy Corbuzer

JAKARTA – Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai pemberian pangkat letnan kolonel ( letkol ) tituler kepada publik figur Deddy Corbuzier tidak tepat dan salah kaprah. Dia mempertanyakan kontribusi Deddy Corbuzier untuk TNI dan negara.

“Yang dimaksud dengan pangkat tituler adalah pangkat yang diberikan kepada warga negara yang sepadan dengan jabatan keprajuritan yang dipangkunya, serendah-rendahnya letnan dua. Setelah yang bersangkutan tidak lagi memangku jabatan keprajuritan, maka pangkat yang bersifat tituler dicabut. Itu bunyi penjelasan Pasal 5 ayat (2) PP 39/2010 tentang Administrasi Prajurit TNI,” kata Khairul kepada wartawan, Senin (12/12/2022).

Menurutnya, pemberian pangkat tituler memang diatur dalam undang-undang. Namun tak bisa diberikan begitu saja. Letkol Tituler yang diberikan ke Deddy terkesan jadi murahan.

“Pangkat tituler memang diatur. Tapi bukan berarti dapat diberikan dengan mudah,” sambung dia.

Khairul lalu mengungkap dua warga sipil yang mendapat pangkat tituler, yakni komponis Idris Sardi dan Sejarawan UI Profesor Nugroho Notosusanto. Alasan pemberian pangkat tituler pada keduanya karena kontribusinya pada TNI.

Baca Juga  Dua Raperda Pembentukan SKPD Baru akan Dibahas DPRD jika Surat Resmi dari Pemkab Konawe Sudah Ada

“Beberapa tahun lalu, almarhum Idris Sardi, seorang komponis besar Indonesia, mendapat pangkat tituler. Itu terkait dengan tugasnya memimpin dan membina Korps Musik TNI. Pangkat diberikan karena dia harus memimpin dan mengendalikan sejumlah prajurit,” ujarnya.

“Begitu pula pangkat Brigadir Jenderal Tituler yang diberikan pada Sejarawan UI, Profesor Nugroho Notosusanto. Pangkat diberikan karena beliau mendapat tugas memimpin Pusat Sejarah TNI dan menyusun sejarah nasional Indonesia merdeka. Hingga akhirnya menjadi Rektor UI serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,” lanjut Khairul.

Setelah tugas yang diemban selesai, lanjut Khairul, pangkat tituler copot secara otomatis dari kedua tokoh tersebut. “Jadi, hak dan kewenangan disesuaikan dengan pangkat yang diberikan. Ketika bertugas, hukum militer juga melekat. Setelah tugas yang diemban selesai, pangkat titulernya diakhiri dan status sipil pulih sepenuhnya,” terang dia.

Baca Juga  KPK Pelajari Kemungkinan Panggil Menpora Terkait LHKPN

Khairul kemudian mempertanyakan kontribusi Deddy Corbuzier, sehingga mendapatkan pangkat letkol tituler. Dia mendesak agar alasan diungkap dengan jelas.

“Merujuk pada ketentuan dan kisah di atas, muncul pertanyaan, Deddy Corbuzier mengemban tugas apa di lingkungan Kemhan-TNI yang sampai mengharuskan dia menyandang pangkat tituler?” ucapnya.

Dia menegaskan pemberian pangkat tituler tak bisa suka-suka. Apalagi diberikan dengan main-main.

“Ini harus jelas. Pangkat tituler bukan hal main-main atau bisa diberikan suka-suka. Kalau tidak, mengapa menteri atau pejabat Kementerian Pertahanan yang berasal dari sipil dan non ASN seperti para staf khusus menteri tidak mendapat pangkat tituler?” tanya Khairul.

“Apakah tidak cukup dengan status sebagai pegawai pemerintah non pegawai negeri sipil atau sebagai profesional yang dipekerjakan oleh pemerintah, misalnya?” lanjutnya.

Khairul berpendapat pemberian pangkat pada Deddy membuat kesan pangkat tituler murahan. Menurutnya, pangkat tituler bukan hanya sekadar penghargaan, tapi ada konsekuensi dan tanggung jawab yang melekat terkait pemberian pangkat tersebut.

Baca Juga  Panji Gumilang Diduga Lakukan TPPU dan Korupsi Dana Bos

“Ini kesannya kok pangkat tituler jadi murah dan mudah diberikan. Padahal pangkat tituler bukan bentuk penghargaan. Ada konsekuensi peran dan tanggungjawab yang melekat pada pangkat itu,” ucapnya.(SW)