JAKARTA – Haji 2023 diwarnai tragedi di Muzdalifah bagi jemaah haji Indonesia. Kisah ini bukti RI lemah dalam diplomatik dan bisnis, mudah dikerjai perusahaan bus Arab.
Ada cerita aksi heroik seorang petugas haji Indonesia di balik tragedi tersebut.
Tragedi Muzdalifah mengacu pada peristiwa telantarnya jemaah haji Indonesia dari subuh hingga siang hari tak terangkut bus ke Mina. Ada nyawa melayang di peristiwa menyedihkan itu.
Cerita yang diedarkan menyebut Tragedi Muzdalifah disebabkan oleh kemacetan dan selesai setelah polisi berhasil mengurai padatnya lalu lintas. Namun seorang petugas haji menyibak kisah sejati di balik tragedi itu, cerita dirinya menghalau bus-bus yang tak mau berhenti mengangkut jemaah RI.
Petugas haji itu bernama Zuhri Alamsyah. Dalam formasi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) 2023, dia bertugas sebagai Pelaksana Layanan Lanjut Usia. Wilayah tugasnya di Mekkah, tepatnya di sektor 10 Misfalah. Saat di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna), dia bertugas melayani jemaah di Maktab 58-64.
Pria 51 tahun ini mengungkap cerita di balik Tragedi Muzdalifah. Dia menyertai cerita dengan video aksinya mencari bus untuk jemaah. Dia pun berani menjamin jemaah-jemaah yang menyaksikan aksinya bersedia bersaksi untuk ceritanya.
Awalnya, Alam, panggilan akrabnya, enggan bicara kepada media. Namun Wakil Ketua MPR Yandri Susanto yang tahu kisahnya mendorong dia bercerita, agar menjadi bahan perbaikan untuk pelaksanaan haji di masa depan.
Alam menuturkan jemaah haji Indonesia seharusnya mulai diangkut dari Muzdalifah ke Mina pada tengah malam 10 Dzulhijjah, atau saat pergantian hari masuk tanggal 28 Juni 2023 pada kalender Masehi, sekitar pukul 00.00 Waktu Arab Saudi (WAS). Namun dia menaruh curiga ada masalah dalam pengangkutan itu, karena hanya 5 bus per jam yang datang menjemput jemaah Indonesia, yang jumlahnya lebih dari 200 ribu.
Setiap bus, kata Alam, hanya bisa mengangkut sekitar 45 orang. Artinya, kalau dipertahankan tetap 5 bus per jam, maka butuh lebih dari 4.600 jam untuk mengangkut seluruh jemaah haji Indonesia yang malam itu ada di Muzdalifah.
Pukul 05.20 WAS, Alam melapor ke atasannya mengenai masalah lambatnya pengangkutan jemaah. Atasannya pun berupaya mencari solusi. Untuk diketahui urusan transportasi di Armuzna dikelola oleh pihak masyariq, penyedia layanan haji Saudi yang dikontrak oleh Kementerian Agama.
Namun alih-alih solusi, masalah malah kian menjadi. Bus yang mengangkut jemaah kian lambat kedatangannya. Alam mencatat setelah matahari terbit penjemputan jemaah haji Indonesia malah menjadi 1 bus per 40 menit.
Kondisi jemaah haji Indonesia kian memburuk. Air yang menjadi bekal sudah habis. Pemandangan pilu dilihatnya saat para jemaah mulai mengais-ngais botol air minum yang sudah dibuang.
Tubuh renta jemaah-jemaah lansia kesulitan bertahan menghadapi sinar matahari yang kian meninggi. Dia mengaku menyaksikan jemaah lansia meregang nyawa.
“Saya melihat sendiri dua orang meninggal. Belum yang lain yang bergelimpangan, saya nggak tahu pasti kondisinya,” tutur Alam kepada wartawan di Mekkah, Jumat (30/6/2023). Saat itu memang suhu di Armuzna bisa mencapai lebih dari 40 derajat Celcius.
Menurut Alam, lambatnya kedatangan bus penjemput jemaah RI bukan karena kemacetan. Sebab dia melihat banyak bus kosong melintas, namun tak ada yang mau berhenti. Hanya bus tertentu yang bersedia mengangkut jemaah Indonesia, itu pun seperti ceritanya tadi, hanya 1 bus per 40 menit.
Sekitar pukul 11.00 WAS Alam kembali melapor ke atasan. Dia meminta restu untuk melakukan tindakan di luar formalitas pencarian bantuan. Atasannya pun mengizinkan.
Alam ternyata berbuat nekat. Dia menghadang bus yang melintas dengan tubuhnya. Satu bus terpaksa berhenti mendadak saat menghadapi tubuh tambun Alam di tengah jalan. Namun sopir bus itu ternyata tak berniat benar-benar berhenti. Bus yang dibawanya tetap digas pelan-pelan, mendorong-dorong tubuh Alam yang mencoba menahan dengan tangan.
Tak habis akal, Alam meminta bantuan jemaah untuk membawakannya satu buah kursi roda. Dia lalu melempar kursi roda itu ke depan bus. Sopir bus akhirnya terpaksa berhenti total.
Perdebatan terjadi antara Alam dan sopir bus yang merupakan warga Saudi. Alam meminta sopir bus itu mengangkut jemaah haji Indonesia yang sudah telantar berjam-jam. Namun yang terjadi adalah dialog dengan urat leher menegang tanpa saling memahami. Alam tak bisa bahasa Arab, sementara si sopir tak bisa berbahasa Indonesia.
“Saya tak akan biarkan satu pun bus kosong lewat tanpa ngangkut jemaah Indonesia,” kata Alam menceritakan perkataannya kepada sopir bus.
Aksi Alam yang masih mengenakan ihram ternyata mengakibatkan kemacetan panjang di Muzdalifah. Bus-bus kosong berbaris tersendat hadangan kursi roda dan tubuhnya. Alam bertahan di tengah jalan, tak mau menyingkir hingga jemaah haji Indonesia diangkut ke Mina.
Dia menuturkan aksinya membuat gerah seseorang berpengaruh yang disebutnya sebagai ‘Jenderal Arab’. Pria berpengaruh ini ikut terjebak kemacetan karena ulahnya.
Jenderal Arab itu pun turun dari mobil lalu menghampiri dirinya, mencoba berdialog. Alam pun meminta bantuan jemaah yang bisa bahasa Arab untuk berbincang dengan Si Jenderal.
Alam berkukuh tak mau menyingkir dari jalan. Si Jenderal Arab akhirnya mengalah, meminta bus-bus kosong yang terjebak kemacetan membantu mengangkut jemaah Indonesia.
Alam girang bukan kepalang. Dia lalu meminta bantuan sebagian jemaah untuk mengatur lalu lintas pengangkutan. Lansia yang berkursi roda didahulukan, sementara yang muda-muda bakal diangkut belakangan.
Akhirnya, sekitar pukul 12.00 WAS, mayoritas jemaah haji Indonesia berhasil diangkut ke Mina. Bantuan dari PPIH juga mulai terasa. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Hilman Latief membuat pernyataan bahwa seluruh jemaah haji bisa dievakuasi dari Musdalifah pukul 13.30 WAS.
“Mati itu urusan Allah, tapi saya di sini melayani tamu-tamu Allah,” kata Alam soal aksinya.
Direktur Bina Haji Kementerian Agama, Arsyad Hidayat, sudah mendengar cerita soal aksi Alam. Namun dia mengatakan tak hanya Alam, sejumlah petugas haji lain juga punya dedikasi tinggi dalam mencari solusi di Muzdalifah.(SW)