Teks

KPK Menahan Rektor Unila Prof Dr Karomani Setelah Ditetapkan Tersangka

Menahan Rektor
KPK Menahan Rektor Unila Prof Dr Karomani Setelah Ditetapkan Tersangka

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menahan Rektor Universitas Lampung (Unila), Prof Dr Karomani (KRM) setelah ditetapkan jadi tersangka. KRM ditetapkan sebagai tersangka atas kasus suap penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri Unila.

Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Rektor Universitas Lampung (Unila), Prof Dr Karomani.

Dilansir situs resmi Unila, Prof. Dr Karomani lahir di Pandeglang, 30 Desember 1961. Pangkat dan golongan Karomani adalah Pembina Tk. I (IV/b). Karomani sempat menempuh pendidikan di:

S1 di IKIP Bandung Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
S2 di Universitas Padjadjaran (Unpad) Jurusan Ilmu Sosial
S3 di Universitas Padjadjaran (Unpad) Jurusan Ilmu Komunikasi.

Sebelum menjadi rektor Unila, Karomani adalah Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni pada tahun 2016-2019. Kemudian, ia dilantik menjadi rektor pada tahun 2019 oleh Mendikbud Nadiem Makarim.

KPK menyebut Karomani menerima sekitar Rp 5 miliar dari hasil suapnya tersebut.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan konstruksi perkara kasus suap yang menjerat Karomani.

Ghufron menyebut pada 2022, Unila sebagai salah satu Perguruan Tinggi Negeri, ikut menyelenggarakan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Baca Juga  Rugikan Negara Senilai 104 T, Surya Darmadi, Pemilik PT. Duta Palma Jalani Sidang Korupsi

Selain SNMPTN, Unila juga membuka jalur khusus yaitu Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila) untuk tahun akademik 2022. Karomani yang menjabat sebagai Rektor Unila periode 2020-2024, memiliki wewenang salah satunya terkait mekanisme dilaksanakannya Simanila tersebut.

Gufron mengatakan selama proses Simanila berjalan, KRM diduga aktif untuk terlibat langsung dalam menentukan kelulusan para peserta Simanila. Dia memerintahkan HY (Heryandi) selaku Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Budi Sutomo selaku Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat.

Selain itu, kata Gufron, KRM juga melibatkan MB (Muhammad Basri) selaku Ketua Senat untuk turut serta menyeleksi secara personal terkait kesanggupan orang tua mahasiswa yang apabila ingin dinyatakan lulus maka dapat dibantu dengan menyerahkan sejumlah uang selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan pihak universitas.

Ghufron mengatakan Karomani juga diduga memberikan peran dan tugas khusus untuk HY, MB dan Budi Sutomo untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua peserta seleksi yang sebelumnya telah dinyatakan lulus berdasarkan penilaian yang sudah diaturnya.

Baca Juga  Tiga Oknum TNI Penculik, Pemeras, Penganiaya Korban Hingga Meninggal Berpura-pura Jadi Polisi

“Terkait besaran nominal uang yang disepakati antara pihak KRM diduga jumlahnya bervariasi dengan kisaran minimal Rp 100 juta sampai Rp 350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan,” ucap Gufron.

Ghufron mengatakan Karomani diduga memerintahkan Mualimin untuk turut mengumpulkan sejumlah uang dari para orang tua peserta seleksi yang ingin dinyatakan lulus oleh Karomani.

Andi Desfiandi (AD), sebagai salah satu keluarga calon peserta seleksi Simanila diduga menghubungi Karomani untuk bertemu dengan tujuan menyerahkan sejumlah uang karena anggota keluarganya telah dinyatakan lulus Simanila atas bantuan Karomani.

Mualimin selanjutnya atas perintah KRM mengambil titipan uang tunai sejumlah Rp 150 juta dari AD di salah satu tempat di Lampung.

“Seluruh uang yang dikumpulkan KRM melalui Mualimin yang berasal dari orang tua calon mahasiswa yang diluluskan KRM berjumlah Rp 603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi KRM sekitar Rp 575 juta,” ujarnya.

Baca Juga  KPK Wajib Telusuri Kekayaan Ayah Mario Dandy, Tak Sesuai dengan Profil ASN

“Selain itu, KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima KRM melalui Budi Sutomo dan MB yang berasal dari pihak orang tua calon mahasiswa yang diluluskan KRM yang juga atas perintah KRM uang tersebut telah dialih bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan dan juga masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp 4,4 miliar,” tambahnya.(SW)