JAKARTA – Koalisi Masyarakat Sipil menduga ada kecurangan pada proses verifikasi faktual partai politik yang dilakukan KPU. KPU dinilai tidak transparan.
“Dalam beberapa hal kami menemukan hal-hal yang menurut saya juga sangat penting, terutama soal verifikasi faktual mengalami berbagai praktik kecurangan, yang tentu saja akan berdampak kepada di dalam kepemiluan kita,” ujar Direktur Pusako Andalas Feri Amsari dalam Konferensi Pers daring bertajuk “Jelang Pengumuman Verifikasi Faktual Partai Politik: Tolak Pemilu Curang!” Minggu (11/12/2022).
“Bukan tidak mungkin Partai yang sesungguhnya tidak layak, diluluskan menjadi peserta Pemilu,” sambungnya.
Menurutnya praktik kecurangan bisa merusak gagasan penyederhanaan partai politik. Feri menilai partai politik kerap dibuat untuk jadi alat transaksional, bukan mendidik kader dan masyarakat dalam ruang politik.
“Karena mereka (parpol) memiliki kelemahan, mereka tidak layak menjadi peserta. Namun ada partai yang sama, yang tidak layak namun dengan kekuasaan yang mereka miliki, partai itu bisa dinyatakan lolos,” imbuhnya.
Feri meminta KPU sebagai penyelenggara Pemilu tidak melakukan kecurangan pada proses verifikasi.
“Penyelenggara harus sungguh-sungguh memperhatikan ini, dan tidak bermain api dalam proses penyelenggaraan demokrasi. Juga kepada peserta tidak melakukan kecurangan untuk ikut serta pada proses Pemilu,” ucapnya.
Sementara itu Pegiat Demokrasi Konstitusi Ibnu Syamsu juga memaparkan temuannya terkait kejanggalan di Mamuju Sulawesi Barat. Dia menyampaikan Bawaslu telah memiliki temuan pelanggaran administrasi.
“Bawaslu RI menyatakan bahwa ada temuan pelanggaran administrasi yang ada di Mamuju. Artinya kami melihat bahwa sebenarnya pelanggaran yang terjadi, apakah benar hanya terjadi di Mamuju atau sebenarnya terjadi di beberapa daerah di Indonesia,” paparnya.
“Kami membuka juga sebuah posko aduan untuk mengungkap pelanggaran Pemilu dalam proses verifikasi faktual ini. Sehingga, jika ada dugaan pelanggaran Pemilu dalam proses verifikasi faktual ini kita dapat menindaklanjuti ke depannya,” lanjutnya.
Hal senada juga disampaikan Perwakilan Jaringan Organisasi Masyarakat Sipil Sulawesi Selatan Samsang Syamsir. Dia menemukan adanya indikasi yang dicurigai terkait tertutupnya akses terhadap data KPU.
“Kami awalnya tidak mengetahui data itu ditutup, kami sudah menyurat ke KPU Sulsel, tapi responsnya, data tersebut tidak bisa dibuka dengan alasan Undang-undang tentang perlindungan data pribadi,” tuturnya.
Karena sudah diproteksi dengan aturan, Dia menyebutkan Bawaslu tidak dapat mengakses data tersebut. Di mana, menurutnya, hal tersebut memunculkan berbagai spekulasi.
“Kami menganggap data yang tertutup, proses pun kami anggap tertutup. Sebagai Masyarakat Sipil, banyak temuan kita ada yang sangat tertutup, ada yang ditutupi di sini,” katanya.(SW)