Teks

Opini: Praktek Politik Uang Jelang Pilkades Serentak di Konawe Bakal Merusak Pembangunan Desa

SUARAKARSA – Desa adalah salah satu bagian kecil dari tatanan pemerintahan di negara Republik ini. Sehingga hampir semua proses dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa dilepaskan baik dari Kecamatan, Keluarahan sampai interaksi sosial yang berada di Desa.

Desa adalah pondasi berbangsa dan bernegara, dengan tujuan dan harapan agar tatanan sosial dapat menciptakan kondisi yang adil bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Pemilihan kepala desa (Pilkades) di 168 desa lingkup Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) sebentar lagi bakal dilaksanakan. Tepatnya pada tanggal 31 oktober 2022 bakal dilakukan pemilihan kepala desa secara serentak.

Pilkades merupakan central politik desa, yang mana kepala desa terpilih bakal mejabat selama enam tahun. Untuk itu, dibutuhkan kepala desa yang mementingkan kesehjateraan umum atau rakyat bukan kesejahteraan pribadi, golongan atau keluarga.

Sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 bahwa kepala desa dipilih oleh masyarakat melalui pemiliihan langsung dan memilikin perangkat desa sebagai bagian dari alat pemerintah desa dalam mengatur masyarakatnya.

Baca Juga  Mentan SYL Support Kinerja BPPSDMP Bangun Konsolidasi dan Harmonisasi Internal

Hal tersebut, sangat dibutuhkan guna membangun daerah melalui desa maupun membangun Indonesia melalui desa.

Pembangunan desa akan sangat ditentukan oleh Kepala Desa. Sedangkan arah pembangun kepala desa untuk desanya akan ditentukan dari perjuangan calon kepala desa untuk terpilih menjadi kepala desa.

Pada Proses pilkades istilah politik uang kerap menggema. Bahkan, saking populernya sering ada ungkapan “Ada uang, ada suara”.

Ungkapan ini, seolah-olah mengatakan salah satu unsur untuk terpilih yakni adanya sogokan uang atau calon kepala desa harus memiliki uang yang banyak untuk terpilih.

Politik uang atau yang biasa dikenal Money politik menurut definisi Wikipedia adalah suatu bentuk pemberian atau janji meyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang.

Baca Juga  Mentan SYL Ajak Penyuluh dan Petani Harus Berkolaborasi Dengan Apik Bangun Pertanian Indonesia

Sekarang ini, banyak masyrakat yang menganggap politik uang merupakan hal biasa yang dilakukan oleh suatu calon. Padahal, sangat merugikan dan akan merusak pembangunan jika tidak diberantas atau dihilangkan.

Untuk itu, dibutuhkan masyarakat yang cerdas dalam menanggapi politik uang yang sering dimainkan oleh oknum calon tertentu. Meskipun politik uang sudah membudaya, namun dibutuhkan masyarakat yang cerdas dan mau menolak politik uang.

Karena dapat merusak demokrasi dan pembangunan di pemerintahan,
bayangkan saja jika calon Pilkades menghabiskan anggaran yang besar untuk terpilih menjadi kapala desa.

Maka tidak menutup kemungkinan, saat menjabat kepala desa, dirinya akan memikirkan cara untuk bagaimana mengembalikan ongkos anggaran yang telah ia keluarkan.

Baca Juga  Hadapi Masa Tanam, Kementan Perkuat SDM Pertanian dan Sarana Prasarana

Untuk itu masyarakat harus cerdas dan tegas menolak politik uang dan dimulai dari diri sendiri, karena kebiasaan politik uang sudah membudaya, maka harus berani mengawali untuk mengakhiri kebiasaan buruk itu.

Oleh : Atzhar Tabara S.Pd

(Red RW)