suarakarsa.com – Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa penulisan ulang sejarah Indonesia yang saat ini tengah digodok akan membawa perubahan penting, termasuk narasi lama mengenai penjajahan Belanda selama 350 tahun. Menurutnya, klaim tersebut tidak sepenuhnya akurat dan perlu diubah agar lebih mencerminkan semangat perlawanan rakyat Indonesia.

“Termasuk saya katakan soal 350 tahun dijajah itu menurut saya harus diubah mindset itu. Nggak ada 350 tahun Indonesia dijajah itu. Kita itu melakukan perlawanan terhadap para penjajah itu,” ujar Fadli saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Selasa malam (6/5).

Ia mencontohkan berbagai perlawanan yang terjadi di banyak daerah di Nusantara, seperti di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, hingga Perang Diponegoro di Jawa. Fadli menyebut, dalam rentang waktu yang disebut sebagai masa penjajahan, justru banyak wilayah yang terus melakukan perlawanan selama puluhan hingga ratusan tahun.

“Ada yang perlawanannya 200 tahun, ada yang puluhan. Jadi kita ubah bukan sejarah kita dijajahnya, tapi perlawanannya yang harus kita tonjolkan,” sambung politisi Partai Gerindra itu.

Fadli mengungkapkan bahwa penulisan ulang sejarah ini didorong oleh keprihatinan atas rendahnya pemahaman masyarakat terhadap sejarah bangsanya. Ia menyinggung pesan Presiden pertama RI, Soekarno, agar bangsa Indonesia tidak melupakan sejarah yang kerap disingkat “Jas Merah”.

“Jadi kita harus gencarkan sejarah. Dari mulai era prasejarah, proto sejarah sampai sejarah modern itu harus kita kuatkan,” tegasnya.

Fadli juga mempertanyakan sikap sebagian pihak yang enggan menelisik sejarah masa lalu. “Kenapa takut dengan sejarah? Sejarah itu bagian dari masa lalu kita. Kalau kita ingin tahu hari ini, kita harus melihat masa lalu,” katanya.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa melupakan sejarah berarti melupakan jati diri bangsa. Menurutnya, bangsa yang tidak memahami sejarahnya akan kehilangan arah dan identitas.

Penulisan ulang sejarah Indonesia ini ditargetkan rampung sebelum

Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa penulisan ulang sejarah Indonesia yang saat ini tengah digodok akan membawa perubahan penting, termasuk narasi lama mengenai penjajahan Belanda selama 350 tahun. Menurutnya, klaim tersebut tidak sepenuhnya akurat dan perlu diubah agar lebih mencerminkan semangat perlawanan rakyat Indonesia.

“Termasuk saya katakan soal 350 tahun dijajah itu menurut saya harus diubah mindset itu. Nggak ada 350 tahun Indonesia dijajah itu. Kita itu melakukan perlawanan terhadap para penjajah itu,” ujar Fadli saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Selasa malam (6/5).

Ia mencontohkan berbagai perlawanan yang terjadi di banyak daerah di Nusantara, seperti di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, hingga Perang Diponegoro di Jawa. Fadli menyebut, dalam rentang waktu yang disebut sebagai masa penjajahan, justru banyak wilayah yang terus melakukan perlawanan selama puluhan hingga ratusan tahun.

“Ada yang perlawanannya 200 tahun, ada yang puluhan. Jadi kita ubah bukan sejarah kita dijajahnya, tapi perlawanannya yang harus kita tonjolkan,” sambung politisi Partai Gerindra itu.

Fadli mengungkapkan bahwa penulisan ulang sejarah ini didorong oleh keprihatinan atas rendahnya pemahaman masyarakat terhadap sejarah bangsanya. Ia menyinggung pesan Presiden pertama RI, Soekarno, agar bangsa Indonesia tidak melupakan sejarah—yang kerap disingkat “Jas Merah”.

“Jadi kita harus gencarkan sejarah. Dari mulai era prasejarah, proto sejarah sampai sejarah modern itu harus kita kuatkan,” tegasnya.

Fadli juga mempertanyakan sikap sebagian pihak yang enggan menelisik sejarah masa lalu. “Kenapa takut dengan sejarah? Sejarah itu bagian dari masa lalu kita. Kalau kita ingin tahu hari ini, kita harus melihat masa lalu,” katanya.

Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa melupakan sejarah berarti melupakan jati diri bangsa. Menurutnya, bangsa yang tidak memahami sejarahnya akan kehilangan arah dan identitas.

Penulisan ulang sejarah Indonesia ini ditargetkan rampung sebelum 17 Agustus 2025, bertepatan dengan peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia.