Teks

RKUHP Bakal Disahkan Hari Ini, Manjakan Koruptor

JAKARTA – Draf Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( RKUHP ) yang rencananya bakal disahkan pada Selasa (6/12) tetap mengatur tindak pidana korupsi. RKUHP menyebut koruptor paling singkat dipenjara 2 tahun. Padahal sebelumnya koruptor paling minim dipenjara 4 tahun.

Dalam naskah terbaru, tindak pidana korupsi diatur pada Pasal 603. Pada Pasal tersebut dijelaskan koruptor paling sedikit dipenjara selama 2 tahun dan maksimal 20 tahun. Dengan demikian koruptor dimanjakan dengan penurunan masa penahanan.

Pidana penjara pada RKUHP itu lebih rendah atau mengalami penurunan dari ketentuan pidana penjara dalam Undang-undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tidak hanya itu, hukuman denda bagi koruptor di RKUHP pun mengalami penurunan. Sebelumnya, dalam UU No 20/2001 koruptor didenda paling sedikit Rp200 juta. Sementara dalam RKUHP yang baru koruptor dapat dikenakan denda paling sedikit kategori II atau Rp10 juta dan paling banyak Rp2 miliar.

Baca Juga  Direktur PT Aplikanusa Lintasarta Akui Setor Uang RP5 Miliar ke Tedakwa Korupsi BTS Kominfo

Di sisi lain, perzinaan dan kohabitasi atau kumpul kebo dimasukan dalam tindak pidana namun merupakan delik aduan.

Dilansir dari naskah RKUHP terbaru tanggal 30 November 2022, tindak pidana perzinaan bisa diusut jika ada aduan dari pihak yang dirugikan seperti suami/istri bagi orang yang terikat perkawinan atau orang tua/anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

“Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II,” demikian bunyi Pasal 411 ayat (1) RKUHP.

Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Baca Juga  Dari Rumah Tersangka Korupsi Kemennaker, KPK Temukan Sejumlah Dokumen Penting

Sementara itu, larangan kumpul kebo diatur dalam Pasal 412 RKUHP. Pelanggar diancam hukuman penjara paling lama enam bulan.

Seperti tindak pidana zina, kumpul kebo bisa diproses hukum apabila ada aduan dari suami/istri bagi orang yang terikat perkawinan atau orang tua/anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

Pengaduan juga dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

“Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30,” bunyi Pasal 412 ayat 3.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej menegaskan zina dan kumpul kebo hanya bisa diproses jika ada aduan. Dia mengatakan aparat penegak hukum tak mempunyai kewenangan melakukan penggerebekan.

Baca Juga  KPK Didesak Segera Tangkap Bupati Aliong Mus dan Kadis PUPR Syuprayidno Kab, Taliabu

“Kalau delik aduan, enggak bisa Satpol PP melakukan penggerebekan,” ucap Eddy di acara Political Show CNNIndonesia TV, Senin (28/11) beberapa waktu lalu.(SW)