suarakarsa.com – Tengkulak atau middleman beras meraup keuntungan fantastis setelah menjual hasil panen petani ke pasar. Mereka berhasil mengantongi pendapatan sebesar Rp 42 triliun dari selisih harga antara penggilingan dan eceran. Ironisnya, petani yang mengolah lahan dan memproduksi padi hanya menerima keuntungan sebesar Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta per bulan.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman membeberkan kesenjangan profitabilitas tersebut dalam pernyataannya di Gedung Kementerian Pertanian, Rabu (4/6/2025). Ia menyebutkan bahwa para tengkulak mengambil beras dari petani dengan harga murah, lalu menjualnya kepada konsumen dengan harga tinggi.

“Middleman mengambil selisih Rp 2.000 per kilogram dari 21 juta ton beras. Artinya, mereka meraup Rp 42 triliun,” ungkap Amran. Ia menegaskan, keuntungan besar itu berasal dari peran tengkulak dalam rantai pasok, mulai dari sentra produksi hingga pengecer, yang pada akhirnya membuat harga beras melonjak di tingkat konsumen.

Sementara itu, petani justru hanya menikmati keuntungan kecil meski bekerja keras selama tiga hingga empat bulan di sawah. “Jangan permainkan petani. Mereka bekerja setengah mati, tetapi hanya membawa pulang Rp 1 juta sampai Rp 1,5 juta per bulan,” tegas Amran. Ia menambahkan, satu keluarga petani hanya mampu mengandalkan penghasilan itu untuk bertahan hidup setiap bulan.

Di sisi lain, Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan Polri mulai menyelidiki dugaan mafia beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC). Investigasi tersebut berlangsung sejak Selasa (3/6/2025), setelah muncul temuan lonjakan volume beras yang keluar dari gudang PT Food Station Tjipinang Jaya (Perseroda).

Amran menjelaskan bahwa pada 28 Mei 2025, volume beras yang keluar dari gudang tersebut mencapai 11.410 ton, naik tajam dari volume normal yang berkisar 2.000 hingga 3.000 ton. “Satgas sudah turun. Mereka (Food Station) bilang salah hitung, koreksi. Tapi ini harus ditelusuri. Kejar juga yang membuat pernyataan di sana,” tegasnya.

Meski investigasi masih berlangsung, Amran menduga bahwa beras tersebut telah melalui proses blending dan dijual dengan harga lebih tinggi dari pasar.