Teks

Ada Permufakatan Jahat dalam Kasus Teddy Minahasa

JAKARTA – Permufakatan jahat bisa menjadi dasar untuk meminta pertanggungjawaban pidana terhadap seseorang. Hal ini dikatakan saksi ahli pidana dari Universitas Indonesia (UI), Eva Achjani Zulfa yang dihadirkan jaksa dalam persidangan kasus peredaran narkoba dengan terdakwa Irjen Teddy Minahasa.

“Kesepakatan itu saja sudah menjadi satu dasar untuk meminta pertanggungjawaban pidana seseorang,” kata Eva dalam persidangan di PN Jakarta Barat, Senin (6/3/2023).

Eva lalu menyampaikan bahwa dalam kasus peredaran narkoba, pembuktian peredaran narkoba tidak perlu menunggu hingga permufakatan jahat itu selesai. Menurutnya, sepanjang bisa dibuktikan telah ada permufakatan jahat, orang itu bisa dijerat pidana.

“Ini juga kalau kita baca (Pasal) 132 UU Narkotika. Artinya, tidak perlu ada penyebaran narkotika untuk menunggu bahwa permufakatan jahat itu selesai atau tidak,” jelas saksi.

Baca Juga  Menag Yaqut Tak Akan Cabut Perkataannya Meski Ada Ancaman di Partainya

“Sepanjang bisa dibuktikan ada kesepakatan di antara orang itu untuk melakukan tindak pidana seperti yang ada di dalam Pasal 111, 112, atau 114 misalnya, itu sudah cukup,” imbuhnya.

Hakim kemudian menanyakan pendapat Eva mengenai apabila setelah adanya permufakatan jahat, salah satu pihak yang dominan mencabut perintahnya. Eva pun menjawab hal itu dapat diperhitungkan. Namun Eva menegaskan bahwa permufakatan jahat tetap merupakan tindak pidana.

“Dalam rangka permufakatan jahat itu ada yang dominan, pengatur misalnya, atau yang mendorong. Kalau seandainya setelah adanya permufakatan ini, pemeran dominannya mencabut kembali perintahnya, bagaimana pendapat ahli?” tanya hakim.

“Bahwa yang dirumuskan di dalam UU adalah perbuatan yang dilarang, saya kira itu bisa menjadi faktor di luar hukum yang bisa diperhitungkan nanti untuk melihat berat ringannya mens rea atau kesalahannya. Tetapi tetap perbuatan itu adalah salah dan merupakan tindak pidana,” jawab Eva.

Baca Juga  Teddy Minahasa Perintahkan Ganti Sabu dengan Tawas

Dalam kasus ini, Teddy Minahasa didakwa menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara narkotika golongan I bukan tanaman jenis sabu hasil barang sitaan seberat lebih dari 5 gram. Perbuatan itu dilakukan Teddy bersama tiga orang lainnya.

Tiga orang yang dimaksud adalah mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Doddy Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti. Mereka didakwa dengan berkas terpisah.

Teddy didakwa Pasal 114 ayat 2 subsider Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.(SW)