suarakarsa.com – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan akan terlibat secara aktif dalam pengawasan dapur serta bahan baku yang digunakan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), menyusul kasus keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang terjadi di Bogor.

Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menuturkan bahwa pihaknya akan bekerja sama dengan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk memperkuat implementasi program MBG agar insiden serupa tidak terulang.

“Kami akan ikut mengawasi dapurnya agar lebih higienis, dan juga bahan bakunya. BGN sudah melibatkan kami dan kami akan terlibat penuh,” ujar Taruna saat ditemui di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (14/5/2025).

Taruna menegaskan bahwa BPOM akan memberikan pendampingan dan penanganan secara menyeluruh bagi para korban. Pihaknya juga akan mempelajari secara detail kejadian tersebut sebagai dasar untuk melakukan pencegahan ke depan.

“Kasus di Bogor akan tetap kami pantau. Bila ada bakteri seperti Salmonella, kami akan tangani dan obati. Kami belajar dari kasus ini dan berupaya mencegahnya terjadi lagi,” tegasnya.

Sebelumnya, Kepala BGN Dadan Hindayana mengungkapkan bahwa hasil uji laboratorium menunjukkan adanya kontaminasi dua bakteri berbahaya dalam bahan makanan yang disajikan, yakni Escherichia coli (E.coli) dan Salmonella. Bakteri ini ditemukan pada air, telur, serta sayuran yang digunakan dalam menu makan siang anak-anak.

“Sudah ada hasil laboratorium yang menyatakan kontaminasi berasal dari Salmonella dan E.coli. Bakteri tersebut ditemukan di air, bahan baku seperti telur ceplok, serta tumis toge dan tahu,” jelas Dadan dalam konferensi pers di Gedung Ombudsman, Jakarta Selatan.

Menurut data terbaru dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor hingga Selasa (13/5/2025), total korban keracunan mencapai 223 orang. Dari jumlah tersebut, 27 siswa telah dipulangkan dari rumah sakit, sementara 18 lainnya masih menjalani perawatan di berbagai fasilitas kesehatan, termasuk RS Hermina, RS Islam, RS PMI, RSUD Kota Bogor, dan lainnya.

Kepala Dinkes Kota Bogor, Sri Nowo Retno, mengatakan data tersebut merupakan hasil terbaru dari penyelidikan epidemiologi yang dilakukan secara intensif pasca-insiden.