Teks

Tak Bayar PNBP, BPK dan BPKP RI Rilis Kerugian Negara Ratusan Miliar Asal Sejumlah Tambang di Sultra

KENDARI – Dugaan kerugian negara yang dirilis berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI senilai Rp.450 miliar dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI senilai Rp.94 miliar bersumber dari sektor pertambangan di Sulawesi Tenggara (Sultra) Tahun 2023.

Pengamat Ekonomi dan Keuangan Negara, Nizar Fachry Adam, S.E, M.E, yang tergabung dalam Komite Investigasi Negara (KIN) mengungkapkan bahwa temuan BPK dan BPKP RI berdasarkan dari hasil Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang tidak dibayarkan oleh sejumlah perusahaan pertambangan di Sultra.

“Terdapat 25 perusahaan yang bergerak di sektor tambang ini mengabaikan pembayaran PNBP dan royalti PSDH dari Tahun 2017 hingga 2022. Namun yang terjadi 25 IUP perusahaan ini dari Tahun 2019 hingga 2022 masih dapat mengajukan permohonan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) setiap perusahaan untuk disetujui oleh baik persetujuan provinsi maupun persetujuan Menteri ESDM. Kan aneh ini?,” kata Nizar, Minggu, 9/7/2023.

Baca Juga  Paspampres Gelar Simulasi Kedatangan Presiden RI di BLUD RS Konawe

Lebih lanjut, Nizar menjelaskan terkait regulasi pembenahan di Tahun 2016 yakni menerbitkan aplikasi SIMPONI sistem informasi Pembayaran Iuran dan PNBP KLHK.

Ditambah dengan peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan No: P.3/PKTL/REN/PLA.O/5/2019 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Verifikasi pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) penggunaan Kawasan Hutan.

Setiap pihak perusahan yang memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) wajib menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) nya tiap tahun dengan melakukan pembayaran kebawajiban dan pelunusaan PNBP dan Royalti PSDA.

“Fakta yang terjadi, setelah diberikan sejumlah hak tagih oleh negara melalui Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administrasi dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari denda administrasi di bidang kehutanan. Dan melalui surat tertuang SP3 yang diteruskan kepada pemilik IUP yang tidak dapat melakukan kewajibannya maka pemerintah dapat melakukan penyitaan aset perusahaan,” ungkapnya.

Baca Juga  Hadapi Tahun Politik, Bahtera Banong: Usungan Partai Gerindra Harus Memprioritaskan Kader

Ada beberapa hal yang menarik
terkait peraturan pemerintah (PP) no 44/menhur-II/2015 tentang cara pengenaan pemungutan dan penyetoran aprovisi sumber daya hutan, DR, dan penggantian nilai tegakan, ganti rugi tegakan dan iuran pemanfaatan hutan, yakni Sub pelunasan PSDH/DR/PNT yang di anggap sah, dan kode biliing dalam aplikasi SIMPONI serta wajib bayar pembayaran PSDH/DR/PNT melalui BANK Persepsi melalui ATM tanpa aplikasi SIMPONI.

Dalam pengawasan dan pengendalaian hal ini dilaksanakan oleh TIM teknis yakni Dinas Provinsi Kehutanan, BPKH, BPHP, Dinas ESDM Provinsi dan BPDAS-HL.

“Namun dalam kenyataannya terdapat masalah pertama ketidak konsisten pembayaran melalui Aplikasi SIMPONI dan BANK Presepsi. Ketidak konsistensi pebayaran ini merupakan indikasi kerugian negara, tanpa pengawasan yang optimal.
Kedua, ada sejumlah kebijakan khusus atau kebijakan melampaui wewenang melakukan sejumlah pelanggaran yang diduga terjadi gratifikasi. Yakni indikasi memuluskan pertambangan tanpa melakukan pelunasan PNBP,” bebernya.

Baca Juga  Harmin Ramba Hadiri Upacara Peringatan HUT ke 78 TNI-AU di Lanud Haluoleo

“Ke dua indikasi penerbitan izin perpanjangan pinjam pakai kawasan hutan tanpa melalui mekanisme perundang-udangan jelas dapat menyebabkan terjadinya kerugian negara,” pungkasnya.(RS)