Teks

WNI Korban Perdagangan Orang di Myanmar, Disiksa Hingga Disetrum

JAKARTA – Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menindaklanjuti laporan keluarga korban WNI tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar. Bareskrim kini telah mengantongi identitas terduga perekrut yang dilaporkan pihak keluarga.

“Sudah kita ketahui identitasnya sementara masih kita lakukan penyelidikan,” kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro saat dimintai konfirmasi, Kamis (4/5/2023).

Djuhandani menyatakan laporan dari pihak korban telah diterima. Pihaknya juga telah memintai keterangan dari pelapor.

“Kemarin kami telah menerima laporan polisi dari salah satu keluarga dan langsung kami lakukan pemeriksaan,” ujarnya.

Lebih lanjut, mantan Dirreskrimum Polda Jateng itu mengatakan Polri mengalami kesulitan berkomunikasi dengan para korban. Dia menyatakan bahwa saat ini para korban berada di daerah konflik.

“Mereka dideteksi berada di Myawaddy, Myanmar, daerah konflik bersenjata antara militer Myanmar Tat Ma Daw dengan pemberontak Karen,” jelasnya.

Karena itu, lanjut dia, pemerintah Myanmar belum dapat menindaklanjuti pengaduan dari pemerintah Indonesia melalui KBRI Yangon. Sebelumnya Djuhandani menyatakan, Polri telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk mengusut kasus tersebut.Kini, dia menyatakan pihaknya tengah mendata para korban.

Baca Juga  Dedi Mulyadi Mundur dari Anggota DPR dan Golkar

“Meminta data para korban/keluarga korban. Melakukan penyelidikan terkait TPPO,” ucapnya.

Sebelumnya keluarga korban WNI yang menjadi korban TPPO di Myanmar melaporkan perekrut ke Bareskrim Polri hari ini. Mereka datang untuk melaporkan pelaku yang disinyalir sebagai perekrut berinisial A dan P.

Mereka datang membuat laporan didampingi Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan perwakilan dari Kementerian Luar Negeri (Kemlu).Ketua Umum SBMI Hariyanto menduga tindakan tersebut memiliki jaringan besar hingga ranah internasional dengan modus menawarkan pekerjaan.

“Ada sindikat internasional yang kami katakan sudah memenuhi tiga unsur Tindak Pidana Perdagangan Orang. Maka hari ini kami bersama Kemenlu dan keluarga korban adalah ingin melaporkan tindak pidana perdagangan orangnya,” kata Haryanto kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (2/5).

Dia berharap polisi dapat menindak perekrut tersebut. Jadi, kata dia, dapat memberikan efek jera dan tak menimbulkan korban lainnya.

“Karena ini kejahatan internasional, yang kemudian harapan kami kepolisian juga bisa menindak dengan tegas dengan pidana perdagangan orang yang kemudian akan memberikan efek jera ke depannya agar tidak ada lagi korban-korban online scam yang terjadi di negara manapun,” ucapnya.

Baca Juga  Mantan Gubernur Papua, Terdakwa Gratifikasi KPK Meninggal Dunia

Sementara itu Keluarga korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar menceritakan para korban mengalami tindakan kekerasan fisik dan psikis. Salah satunya, korban TPPO di Myanmar disiksa dengan cara disetrum.
Hal itu disampaikan kuasa hukum keluarga korban yang juga Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Hariyanto Suwarno, saat membuat laporan polisi ke Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (2/5/2023). Dia mengatakan para korban akan disiksa jika mengakses informasi dari luar.

“Mereka disuruh push up ratusan kali, kemudian dipukul dengan meja, kemudian ada beberapa yang disetrum dengan alat seadanya listrik yang ada di tempat itu,” ujarnya.

Hariyanto menyatakan korban terlihat sangat ketakutan. Dia berharap para WNI yang menjadi korban TPPO di Myanmar bisa segera ditolong.

“Pihak Kemlu juga belum bisa menjangkau keberadaan korban ke tempat yang sudah kami lihat dan sekarang udah nggak bisa lihat lagi,” ucapnya.

Dia mengatakan keluarga korban masih dapat melihat lokasi yang dikirimkan korban melalui aplikasi penunjuk arah sekitar sebulan lalu. Kini, lokasi itu tak bisa lagi diakses.

Baca Juga  Banyak WNI Jual Ginjal di Kamboja Karena Ekonomi

“Satu bulan yang lalu kita bisa melihat shareloc, masih bisa kita lihat. Sekarang udah nggak (bisa) lagi,” ujarnya.

“Yang terakhir adalah memang ada beberapa indikasi kemudian akan ditransfer ke tempat-tempat yang lain ini. Yang mirisnya kedepan kita nggak tahu mereka di sana akan ke tempat mana lagi,” jelasnya.

“Ini adalah kabar terakhir, mereka terancam,” sambungnya.(SW)