Cirebon – Kehadiran teknologi Pertanian Cerdas Iklim atau Climate Smart Agriculture (CSA) Program Strategic Irrigation Modernization and Urgent Rehabilitation Project (SIMURP) yang diinisiasi Kementerian Pertanian melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), diharapkan bisa meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman, serta meningkatan pendapatan petani pada lahan sawah beririgasi menuju ketahanan pangan yang berkelanjutan. CSA merupakan pendekatan yang mentrasformasikan dan mengorientasikan ulang sistem produksi pertanian dan rantai nilai pangan.
Terobosan ini sesuai permintaan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), agar pertanian melaksanakan inovasi teknologi pertanian yang ramah lingkungan guna menghadapi perubahan iklim yang selalu berubah-ubah.
“Saya mendorong berbagai inovasi dan teknologi seperti Climate Smart Agriculture atau CSA untuk menghadapi perubahan iklim,” kata dia.
Mentan SYL sangat berharap kepada para penerima manfaat Program SIMURP agar dapat meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian.
“CSA terbukti mampu membantu ribuan para petani di daerah. CSA berhasil melahirkan petani-petani cerdas yang mampu beradaptasi dengan kondisi iklim yang selalu berubah-ubah”, ujar Mentan SYL.
Sementara, Kepala Badan PPSDMP, Dedi Nursyamsi, mengatakan bahwa teknologi CSA sangat penting unuk menghadapi perubahan iklim ekstrem dan serangan hama penyakit tanaman di berbagi wilayah. “Climate Smart Agriculture atau Pertanian Cerdas Iklim dapat menyelamatkan produksi pertanian kita,” tegasnya.
“Apalagi dengan adanya dampak perubahan iklim yang saat ini semakin ekstrem, seperti cuaca yang tidak menentu akibat kekeringan, hujan dengan curah tinggi serta terus menerus yang mengakibatkan banjir, ledakan hama dan penyakit bisa menyebabkan gagal panen,” katanya lagi.
Dedi menambahkan, Program SIMURP utamanya ditujukan untuk membangun resiliensi ketangguhan pertanian Indonesia terhadap kondisi iklim yang terus berubah saat ini. Kementan melalui BPPSDMP akan terus mengembangkan pertanian yang ramah lingkungan dengan memaksimalkan BPP Kostratani sebagai acuan untuk menciptakan pertanian yang tangguh menghadapi krisis iklim saat ini.
Beberapa waktu yang lalu Kabupaten Cirebon melaksanakan studi tiru ke BPP Kostratani Patok Beusi Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat. Dimana BPP Patok Beusi merupakan BPP penerima kegiatan scalling up Program SIMURP di Provinsi Jawa Barat.
Peserta kegiatan studi tiru dari Kabupaten Cirebon dipimpin oleh Kepala Bidang Penyuluhan Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon Witono, dengan peserta terdiri dari Tim Penanggung jawab SIMURP Kabupaten Bidang Penyuluhan Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, BPP Pabedilan, BPP Waled dan BPP Gebang. Dimana tim BPP terdiri dari koordinator BPP, penyuluh ToT SIMURP, Admin SIMURP BPP dan penyuluh pendamping.
Peserta diterima oleh Dinas Pertanian Kabupaten Subang yaitu Koordinator Penyuluh Kabupaten Subang, Kepala UPTD Pertanian Patok Beusi, Koordinator beserta penyuluh pertanian BPP Patok Beusi.
Pelaksanaan studi tiru Scalling up Program SIMURP ke Kabupaten Subang yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon dilatar belakangi oleh keberhasilan Kabupaten Subang dalam melaksanakan salah satu komponen kegiatan yang ada di SIMURP yaitu Scalling up CSA seluas 50 Ha dan juga adanya tuntutan dari Kementerian Pertanian di Tahun 2023 nanti setiap kabupaten/kota penerima manfaat SIMURP wajib untuk melaksanakan kegiatan scalling up CSA, ujar Witono.
Kegiatan studi tiru diawali dengan pemaparan dan diskusi di kantor BPP Patok Beusi oleh Koordinator Penyuluh Dinas Pertanian Kabupaten Subang, Amas Sutarmas. Amas menjelaskan tentang scalling up CSA SIMURP yang dilaksanakan oleh BPP Patok Beusi.
Amas mengatakan bahwa teknologi yang digunakan pada kegiatan scaling up yaitu jajar legowo, pengairan basah kering menggunakan pipa pengamatan AWD, pengendalian OPT menggunakan agen hayati, rumah burung hantu dan tanaman refugia sebagai tempat hidup predator.
Sedangkan pemanfaatan mekanisasi pertanian, jika tanam menggunakan indo jarwo transplanter dan panen menggunakan combine harvester. Dan untuk penggunaan bahan organik berupa decomposer insitu, urainya.
Kegiatan studi tiru dilanjungan dengan melakukan kunjungan ke lokasi scalling up yang sudah dipanen dan belum panen. (WY/NF)